"Cara ini justru akan membuat publik semakin tidak puas mengingat polisi semakin sentralistik dalam kerja-kerjanya," terangnya.
Lanjut Rivanlee, KontraS telah mencatat banyaknya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh polisi, khususnya dalam penanganan aksi massa.
"Banyak catatan dari penanganan aksi massa yang brutal, publik mengharapkan polisi yang humanis, bukan yang suka kekerasan dengan dalih ketegasan," tambahnya.
Baca Juga: Jadwal Acara TV Indonesia Malam ini 6 April 2021: Ada Kisah Nyata dan Live Lida 2021
Selain itu, ia menyebut jika siaran surat Telegram tersebut akan berdampak buruk terhadap kebebasan pers.
"Jukrah dari ST tersebut berbahaya bagi kebebasan pers karena publik diminta percaya pada narasi tunggal negara, sementara polisi minim evaluasi dan audit atas tindak tanduknya, baik untuk kegiatan luring maupun daring," sesalnya.
Baca Juga: Penting Diketahui! 5 Manfaat Cuka Sari Apel bagi Kesehatan Ini Sudah Didukung oleh Sains Lho!
Diketahui, KontraS telah mencatat ada delapan jenis tindak kekerasan terhadap jurnalis oleh beberapa pihak, tak terkecuali aparat kepolisian selama periode tahun 2021.
"Kekerasan dilakuan oleh pihak swasta (3 Peristiwa), Pemerintah (4 Peristiwa) dan Aparat Kepolisian 1 Peristiwa. Kekerasan dialami para jurnalis terkait pemberitaan 4, Peliputan 3, 1 investigasi," paparnya.***
Artikel Rekomendasi