BPOM Setujui Penggunaan Vaksin Sputnik V, Berikut Uraian Mengenai Efikasi dan Efek Sampingnya

- 25 Agustus 2021, 20:30 WIB
Sebuah botol berlabel
Sebuah botol berlabel /Gilang Andaruseto Prabowo/Dado Ruvic

MEDIA JABODETABEK - Pemerintah pusat melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menerbitkan izin Penggunaan Darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk penyuntikan vaksin Covid-19 produksi Rusia, Sputnik V untuk 18 tahun keatas.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala BPOM Penny K Lukito dalam sebuah keterangan pers.

"Sebagaimana proses pemberian EUA pada vaksin Covid-19 sebelumnya, perian EUA untuk vaksin Covid-19 Sputnik V teah melalui kajan secara intensif oleh BPOM bersama Tim Komite Nasional Penilai Khusus Vaksin Covid-19 dan Indonesia Technical Advisory Group on Immunization," ujarnya dalam  keterangan tertulis pada Rabu, 25 Agustus 2021.

Baca Juga: Ma'ruf Amin: Tingkat Kemiskinan Ekstrem di Indonesia Adalah 4 Persen

Vaksin asal negeri Beruang Merah itu telah menjadi salah satu rekomendasi vaksin nasional Indonesia setelah Sinovac, Sinopharm, AstraZeneca, Moderna, dan Pfizer.

Mengenai efekasi dan efek samping atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) vaksin Sputnik V, Mediajabodetabek telah merangkumnya dari berbagai sumber. Berikut adalah uraiannya.

Mengenal Sputnik V

Sputnik dikenal sebagai Gam-COVID-Vac merupakan vaksin Covid-19 pertama yang terdaftar untuk digunakan di seluruh dunia, dan sejak saat itu juga telah disetujui di 67 negara, termasuk Brasil, Hongaria, India, dan Filipina. Namun, kali ini Indonesia turut menyusul untuk penggunaannya.

Baca Juga: Virus Corona Varian Lambda Diklaim Kebal Vaksin? Berikut Uraiannya

Sedangkan saudara dari vaksin tersebut, yakni Sputnik Light, belum menerima persetujuan penggunaan darurat dari European Medicine Agency (EMA) dah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Melansir dari laman Nature, persetujuan WHO terbilang penting untuk melakukan proses distribusi luas melalui inisiatif Akses Global Vaksin Covid-19 (COVAX), yang menyediakan dosis untuk negara-negara berpenghasilan rendah.

Sebelumnya, para ilmuwan di Pusat Penelitian Epidemiologi dan Mikrobioligi Nasional Gamaleya di Moskow telah mengembangkan kelayakan Sputnik V.

Baca Juga: Anti Ribet! Ini Info dan Panduan Download Sertifikat Vaksinasi COVID-19 di Pedulilindungi.id

Vaksin tersebut sudah mendapatkan izin dari Kementerian Kesehatan Rusia pada 11 Agustus 2020, lebih dari sebulan sebelum hasil uji coba fase I dan II dipublikasikan serta sebelum uji coba fase III, legalitasnya telah diterbitkan.

Efikasi

Melalui jurnal yang dirilis The Lancet, para ilmuwan Rusia menyatakan bahwa efikasi yang dimiliki Sputnik V mencapai 91,6 persen.

Perihal tersebut dinilai efektif dalam mencegah infeksi pada gejala parah Covid-19. Namun, sejumlah peneliti justru mengkritik asumsi tersebut lewat surat terbuka lantaran tidak memberikan data mentah.

Baca Juga: Hasil Penelitian Universitas Oxford Menyatakan Vaksin Pfizer Kurang Efektif Lawan Varian Delta

"Sementara penelitian yang dijelaskan dalam penelitian ini berpotensi signifikan, penyajian data menimbulkan beberapa kekhawatiran yang memerlukan akses ke data asli untuk menyelidiki sepenuhnya," kata surat terbuka dengan tanda tangan dari 40 ilmuwan dikutip Mediajabodetabek pada Rabu, 25 Agustus 2021.

Secara jenis Sputnik V merupakan adenovirus, yang berarti menggunakan adenovirus yang direkayasa dengan turunan virus penyebab penyakit ringan.

Teknologi tersebut dimaksudkan sebagai mekanisme pengiriman untuk memasukkan kode genetik protein lonjakan SARS-CoV-2 atau virus Corona ke dalam sel manusia.

Baca Juga: Vaksin Moderna Sudah Diditribusikan ke Seluruh Provinsi, Menkes: Tolong Berikan ke Tenaga Medis

Secara pengembangan, Sputnik V mirip dengan AstraZeneca dan Johnson & Johnson produksi Oxford, Inggris. Akan tetapi, alih-alih mengunakan satu adenovirus yang direkayasa, vaksin tersebut menggunakan adenovirus berbeda, seperti rAd26 dan aAd5 untuk dosis pertama dan kedua.

Perlu diketahui, dalam uji coba fase III secara acak pada bulan Februari 2021, terdapat 14.946 orang dewasa disuntikkan dua kali dosis vaksin, sedangkan 4.902 lainnya menerima plasebo.

Hasil tersebut menyatakan, hanya 16 subjek dalam kelompok vaksin yang mengembangkan gejala Covid-19, dibandingkan dengan 62 pada kelompok plasebo, yang mewakili efikasi sebesar 91,6 persen.

Baca Juga: Vaksin AstraZeneca Diklaim Cocok untuk Semua Umur hingga di Atas 60 Tahun

Setelah itu, tidak ada kasus penyakit sedang hingga berat pada kelompok vaksin, tetapi terdapat 20 kasus pada kelompok plasebo.

Menurut siaran pers Institut Gamaleya pada bulan April, sekitar 3,8 juta warga Rusia yang telah menerima dosis lengkap Sputnik V menunjukkan kemanjuran sebesar 97,6 persen.

Di sisi lain, Kementerian Kesehatan Uni Emirat Arab menyebutkan, ada sekiar 81.000 orang yang telah menerima dua kali dosis vaksin menunjukkan kemanjuran 97,8 persen dalam mencegah gejala Covid-19, bahkan 100 persen untuk penyakit parah.

Baca Juga: Namanya Anafilaksis, Reaksi Berat Efek Samping Vaksin Sinovac

Efek Samping

Sejumlah penelitian mengenai Sputnik V menyebutkan, efek samping yang ditimbulkan pasca penyuntikkan sama dengan vaksin adenovirus lainnya, dengan pengecualian pembekuan darah lantaran jarang sekali terjadi.

Tidak seperti AstraZeneca dan Johnson & Johnson, sejauh ini otoritas kesehatan Rusia atau negara lain belum memberikan laporan gangguan medis terkait penggunaan Sputnik V.

Melalui jurnal yang diterbitkan medRxiv, Rumah Sakit Italia Buenos Aires di Argentina juga melaporkan bahwa tidak ada kasus gangguan pembekuan darah atau efek samping yang parah setelah 683 petugas kesehatan divaksinasi denga Sputnik V. Selain itu, 2,8 juta dosis vaksin di negara tersebut sebagian besar hanya menimbulkan dampak ringan.

Baca Juga: Testimoni Walikota Bekasi Usai Disuntik Vaksin Sinovac

Kemudian, penerlitian terkait tidak adanya temuan efek samping berat juga diterbitkan otoritas kesehatan Republik San Marino. Perihal tersebut diperkuat melalui 2.558 orang dewasa sebagai penerima dosis pertama dan 1.288 untuk dosis kedua.

Ahli virologi Universitas Dalhousie di Halifax, Kanada Alyson Kelvin mengatakan jika pembekuan darah dikaitkan dengan vaksin vektor virus.

"Saya tidak berpikir bahwa kami memiliki penyebab pasti terkait komponen vaksin tersebut yang menyebabkan, atau apakah Sputnik juga terpengaruh," katanya.

Perlu diketahui, beberapa penelitian lain saat ini sedang dilakukan di negara-negara yang telah menyetujui Sputnik V, termasuk Argentina, Venezuela, Rusia, Turki, dan Indonesia saat ini.***

Editor: Ricky Setiawan


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x