"Tak hanya untuk korban, kasus Munir harus tuntas, ini bisa berdamak buat semua, siapa saja yang dianggap mengganggu dapat bernasib sama," tuturnya.
Bivitri mengusung agar Komnas HAM dapat menetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai bentuk pelanggaran HAM berat. Hal itu diperkuat dengan adanya pasal 80 KUHP yang menyatakan penghentian daluarsa sebuah tindak kriminal.
"Kami mengusung Komnas HAM agar kasus Munir menjadi pelanggaran HAM berat. Ada pasal 80 KUHP yang menyebabkan agar kasus Munir tidak kadaluarsa. Namun, pemerintah saat ini bersikap unwillingness," tegasnya.
Pasal 80 KUHP yang dimaksud berbunyi memiliki dua ayat yang menyatakan dapat menghentikan daluarsa sebuah kasus, namun dapat kembali ditindaklanjuti dengan beberapa alasan. Berikut ketentuannya:
Baca Juga: WhatsApp Rilis Fitur Baru Migrasi dari iOS ke Android, Telegram Beri Sindiran Menohok
Ayat 1: "Tiap-tiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa, asal tindakan itu diketahui oleh orang yang dituntut, atau telah diberitahukan kepadanya menurut cara yang ditentukan dalam aturan-aturan umum". Ayat 2: "Sesudah dihentikan, dimulai tanggang daluwarsa baru".
Ia mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar bersikap willingness dalam menanggapi kasus Munir. Terlebih karena adanya anggapan jika aktor di balik pembunuhan itu masih ada keterikatan dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan hingga saat ini yang terkait masih ada dalam pemerintahan.
"Saya mendorong Jokowi agar bersikap willingness terkait kasus Munir. Dalam laporan mengenai kasus Munir, Kepala BIN saat itu juga terlibat cukup aktif dalam pemerintahan, maka ada pelanggengan impunitas," katanya.
Baca Juga: Berikut Bocoran Spesifikasi Realme GT Neo2: Prosesor Snapdragon hingga Fast Charging 65W
Artikel Rekomendasi