Saat Korban Tragedi 1965 Tanggapi Supersemar

- 11 Maret 2021, 20:57 WIB
Soekarno dan Soeharto
Soekarno dan Soeharto /Pikiran Rakyat/

Disamping itu, sambung Bedjo, Supersemar bukanlah penyerahan mandat kekuasaan negara. Ia mengatakan, semua skenario ini merupakan bagian dari rancangan Soeharto.

Baca Juga: Rayakan Ulang Tahun, Suga BTS Sumbang 1.2 M

"Supersemar bukanlah transfer of authority dari Soekarno ke Soeharto. Namun, dia memanipulasi isi surat perintah" katanya. "Kemudian surat tersebut dikukuhkan dalam Tap MPRS, Soekarno dilarang mengikuti kegiatan politik. Itu artinya Soekarno tumbang dan Soeharto menjadi pejabat Presiden," imbuhnya.

Bedjo juga mengulas, Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri (Menlu) Subandrio telah menyarankan Soekarno agar jangan mengumumkan perintah dalam bentuk tulisan yang ditandatangani, cukup secara lisan saja karena khawatir dimanipulasi.

"Subandrio sarankan lebih baik jangan berbentuk tulisan atau tanda tangan, karena ini bisa dimanipulasi, ternyata kekhawatirannya benar," ulasnya.

Baca Juga: Jasa Marga Lanjutkan Pekerjaan Kontruksi, Waspadai Kemacetan di Tol Jakarta Cikampek

Hingga hari ini, Bedjo merasa Supersemar sebagai hal besar yang merubah hidup dia dan para mantan Tapol dan kawan-kawan korban 65 lainnya. Pasalnya, ia menjadi seorang tahanan politik (Tapol) sejak tahun 1971 di Inrehab Sub RTC Salemba di Kota Tangerang yang sesungguhnya adalah Kamp Konsentrasi Kerja Paksa. Saat itu dirinya merupakan salah satu anggota Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) yang oleh rezim Orba dianggap underbouw PKI.

Bedjo yang berasal dari Pemalang, Jawa Tengah mengaku, dirinya terlebih dulu diinterogasi oleh Intel Kodam V Jaya Kalong di Jakarta pada tahun 1970 yang kemudian dipindahkan ke RTC Salemba. Setelahnya, ia dipindahkan ke Instalasi Rehabilitasi (Inrehab) Sub-RTC Salemba di Tangerang pada tahun 1971.

"Tanpa pengadilan, saya ditahan. Awalnya saya ditempatkan di Rutan Salemba, karena penuh, saya dipindahkan ke Inrehab Sub-RTC Salemba di Tangerang," terangnya.

Bedjo memperkirakan, terdapat 6.000 orang tapol termasuk dirinya. Selama masa penahanannya, ia beserta korban lainnya dipekerjakan secara paksa oleh militer dan diperlakukan dengan tidak manusiawi.

Halaman:

Editor: Putri Amaliana


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini