May Day 2021: Mengenang Peristiwa Haymarket dan Tuntutan Delapan Jam Kerja

1 Mei 2021, 06:55 WIB
Aksi Buruh pada Hari Buruh Internasional /Istagram/@bilallchmd/

MEDIA JABODETABEK - Seluruh dunia tengah memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day pada tanggal 1 Mei 2021.

Fenomena tersebut dinilai sebagai hari kebangkitan si pekerja kasar, di mana mereka berhasil menjunjung tinggi nilai-nilai ekonomi dan kesejahteraan sosial untuk kaumnya.

Mengulas sejumlah peristiwa di abad ke-19, Amerika Serikat (AS) merupakan negara pertama yang menorehkan sejarah dengan mengedepankan gerakan buruh. Bahkan sejarah May Day pun lahir dari situ.

Baca Juga: Jadwal Acara Trans7 Sabtu, 1 Mei 2021: Saksikan Live Streaming Kualifikasi MotoGP 2021 Hari Ini

Alexander Trachtenberg dalam The History of May Day (1932) mengatakan, Hari Buruh bermula dari proses di mana buruh menunutut jam kerja yang lebih pendek, kebebasan berserikat atau berorganisasi, dan upah layak.

"Meskipun permintaan akan upah yang lebih tinggi tampaknya menjadi penyebab paling umum dari pemogokan awal di negara ini, pertanyaan tentang jam kerja yang lebih pendek dan hak untuk berorganisasi selalu disimpan di latar depan ketika pekerja merumuskan tuntutan mereka terhadap bos dan pemerintah," tulisnya dikutip Mediajabodetabek.com pada Sabtu, 1 Mei 2021.

Selain itu Trachtenberg mencatat, sejak awal abad ke-19 para pekerja di AS menyatakan keluhan atas jam kerja yang berlangsung sejak matahari terbit hingga terbenam, dengan kata lain waktu yang dihabiskan yakni 14 hingga 20 jam sehari pada tahun 1806.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Jakarta Hari ini 1 Mei 2021, Waspada Adanya Hujan Disertai Dengan Kilatan Petir

Hal tersebut diyakini Trachtenberg sebagai titik awal pemogokan kaum pekerja di AS perihal jam kerja yang dinilai tidak manusiawi.

Pada tahun 1827, para pemuda berusia 20 hingga 30-an ikut serta dalam pemogokan dengan melancarkan tuntutan pengurangan waktu kerja di berbagai industri di AS.

Bahkan, salah satu serikat buruh pertama di dunia Machanics Union of Philadelphia juga muncul. Dapat dipastikan, pemogokan awal muncul dari pekerja bangunan di Philadelphia, Pensylvania yang menuntut sepuluh jam kerja sehari.

Baca Juga: Live Streaming dan Jadwal Acara MNCTV hari ini, Ada Omar Hingga Kembalinya Raden Kian Santang

Pemogokan tersebut belanjut hingga ke ranah pekerja dapur, yakni tukang roti pada tahun 1934 di New York. Pengacara mereka saat itu mengungkapkan "pekerja harian yang dipekerjakan dalam bisnis roti telah bertahun-tahun menderita lebih buruk daripada perbudakan Mesir. Mereka harus bekerja rata-rata 18 hingga 20 jam dari dua puluh 24 jam".

Menuntut Delapan Jam Kerja

Memasuki periode 1884, para pekerja di AS memasuki atmosfer May Day dengan tuntutan sepuluh jam kerja sehari.

Diketahui, saat itu para pekerja menggagas ide tentang pengurangan waktu kerja yang semula berdurasi sepuluh jam dan melakukan pengorganisiran secara luas di setiap sektor industri.

Baca Juga: Lirik Lagu Tataring Parapian, Lagu Batak Dicover Oleh Nagabe Tri yang sedang Populer

Trachtenberg mengulas, pada tahun-tahun pertama Perang Sipil AS, 1861-1862, sejumlah serikat buruh nasional yang telah dibentuk lenyap sebelum perang dimulai, khususnya Serikat Pembentuk, Masinis, dan Pandai Besi.

Secara keseluruhan serikat akhirnya terbentuk lewat perkumpulan organisasi buruh lokal, terlebih adanya dorongan untuk membangun federasi nasional yang dipimpin oleh William H. Sylvis pada tanggal 20 Agustus 1866 di Baltimore.

Tuntutan delapan jam kerja sebelumnya telah ditegaskan oleh Serikat Buruh Nasional dalam Kongres Internasional Pertama di Janewa yang berlangsung pada September 1866.

Baca Juga: UPDATE Terkini Covid-19 di Indonesia, Kasus Positif Masih Tinggi Tetap Patuhi Protokol Kesehatan

"Batasan hukum hari kerja adalah syarat awal yang tanpanya semua upaya lebih lanjut untuk perbaikan dan emansipasi kelas pekerja terbukti gagal. Kongres mengusulkan 8 jam sebagai batas hukum hari kerja," seru Serikat Buruh Nasional dalam Kongres Internasional pertama, September 1866.

Selang beberapa lama, Liga Delapan Jam dibentuk sebagai agitasi Serikat Buruh Nasional sebagai aktivitas politik. Bahkan, gagasan terkait waktu kerja itu diadopsi oleh negara lain. Selain itu, AS juga memberlakukan undang-undang semacamnya pada tahun 1868.

Peristiwa Haymarket

Pada tanggal 1 Mei 1886, 400.000 buruh mengadakan demonstrasi besar-besaran, memenuhi jalan-jalan di Chicago, Illinois dengan tuntutan delapan jam kerja.

Tuntutan tersebut kembali digaungkan sebagai pencapaian titik masif di tengah kebangkitan kaum buruh di AS, terlebih karena adanya inspirasi kesuksesan aksi massa yang berlangsung di Kanada pada tahun 1872.

Baca Juga: Hasil FP1 Moto2 Spanyol 2021, Remmy Gardner Jadi yang Tercepat Pertama

Diketahui sebelumnya, 1 Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja di seluruh dunia melalui kongres pada tahun 1886 oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions.

Dalam catatan New Masses (1939), pada 4 Mei 1886 sekitar 1.500 orang memprotes tidakan represif dan kesewenang-wenangan aparat kepolisian yang telah membunuh seorang pekerja.

Walikota Chicago Carter Harrison turut hadir di tengah kerumunan massa. Aktivis buruh anarkis sekaligus editor surat kabar, Albert Parsons juga angkat bicara. Samuel Fielden yang merupakan seorang pastor mengambil sebuah gerobak untuk dijadikan mimbar.

Namun, tak lama kerumunan mulai berkurang saat hujan turun. Setelahnya walikota berangkat ke kantor polisi Desplaines Treet untuk melapor kepada Kaptein John Bonfield yang juga berstatus sebagai perwira kepolisian Chicago.

Baca Juga: Hasil FP2 Moto2 Spanyol 2021, Sam Lowes Geser Posisi Remmy Gardner

Ketika laporan sudah diterima oleh Bonfield, ia malah mengabaikan kata-kata walikota dan memerintahkan 125 pasukan polisi untuk membubarkan 200 orang massa yang tersisa.

Tak lama kemudian, terdengar suara ledakan keras dari belakang gerobak yang dibawa Fielden sebagai mimbar. Alhasil banyak polisi berjatuhan.

Guna melancarkan serangan balasan, para polisi menembakkan peluru ke kerumunan yang saat itu sedang dilanda kepanikan.

Korban jiwa pun berjatuhan. Tujuh polisi tewas dan sejumlah warga sipil juga ikut terbunuh saat dihadapkan oleh peluru tajam. Tidak ada yang mengetahui pasti siapa pelaku ledakan itu.

Akibat hal tersebut, serangan polisi makin meluas. Ratusan laki-laki dan perempuan yang dicurigai sebagai bagian dari kelompok Anarkis, Sosialis, dan Komunis ditangkap. Selain itu sejumlah plot dinamit atau bom juga ditemukan.

Baca Juga: Daihatsu Rocky Resmi Meluncur di Indonesia, Harga Mulai Rp214,2 Juta Dengan Desain Staylis dan Modern

Michael J. Schaack dalam Anarchy and Anarchist (1889) menyebutkan bahwa Parsons dan kawanannya Rudolf Schnaubel, William Seliger, August Spies, Samuel Fielden, Adolph Fischer, Michael Schwab, George Engel,  Louis Lingg, dan Oscar Neebe dituduh sebagai konspirator serta bertanggung jawab atas ledakan di Haymarket.

Parsons dan kawanannya diadili pada 21 Juli hingga 11 Agustus 1886 dengan dipimpin oleh Hakim Joseph Gary. Pesidangan dikatakan berlangsung secara cepat dengan dakwaan hukum gantung terhadap para tertuduh pelaku ledakan.

Paul Avrich dalam The Haymarket Tragedy (1984) mengulas, Hakim Gary saat itu menunjukkan permusuhan terbuka kepada para terdakwa. Sebuah mosi untuk mengadili para terdakwa pun juga ia tolak.

Jaksa penuntut, yang dipimpin oleh Julius Grinnell, berpendapat bahwa karena para terdakwa tidak secara aktif mengecilkan hati orang yang telah melempar bom, oleh karena itu mereka sama-sama bertanggung jawab sebagai konspirator.

Pengadilan berlangsung sengit. Para juri mendengarkan kesaksian dari 118 orang, termasuk 54 anggota Departemen Kepolisian Chicago dan terdakwa Fielden, Schwab, Spies dan Parsons.

Baca Juga: Virgin Atlantic Melirik Kembali Rute Inggris-Amerika Serikat untuk Dibuka Setelah Kerugian Tahun 2020

Kasus ini diajukan banding pada tahun 1887 ke Mahkamah Agung Illinois dan Mahkamah Agung AS. Terdakwa diwakili oleh John Randolph Tucker, Roger Atkinson Pryor, Jenderal Benjamin F. Butler dan William P. Black. Sayangnya petisi certiorari atau peninjauan ulang terhadap pengadilan itu ditolak.

Melansir dari kantor berita Chicago Tribune, Gubernur Illinois Richard James Oglesby meringankan hukuman Fielden dan Schwab menjadi penjara seumur hidup pada 10 November 1887. Menjelang eksekusi yang dijadwalkan, Lingg bunuh diri di selnya dengan topi peledak. Ledakan itu mengenai wajahnya dan ia hanya bertahan selama enam jam hingga akhirnya mati.

Avrich melanjutkan, keesokan harinya, tepat pada 11 November 1887 Engel, Fischer, Parsons, dan Spies digiring ke tiang gantungan. Namun keempatnya masih sempat menyanyikan lagu kebangsaan Prancis (Marseillaise) dan Internationale, diikuti anggota keluarga mereka yang mendampingi proses ekseskusi mati.

Nathan Fine dalam Nathan Fine, Labour and Farmer Parties in the United States, 1828–1928 (1928) mengatakan, aktivitas serikat pekerja terus menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan dan vitalitas, yang berpuncak pada tahun 1886 dengan pembentukan Partai Buruh Chicago.

Oleh sebab itu, Kongres Internasional Kedua di Paris tahun 1889 menetapkan,1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional.

Pengakuan tersebut juga disusul oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada tahun 1919 dan dikenang dengan istilah May Day.***

Editor: Putri Amaliana

Tags

Terkini

Terpopuler