Atoillah justru memberikan solusi selain lockdown, yakni PPKM yang dibarengi dengan tracing, testing, dan treatment (3T) secara masif serta menyeluruh. Menurutnya, hal tersebut akan memaksimalkan jika kebijakan pembatasan sosial itu diperpanjang.
"Saat ini kita sudah sulit mewacanakan lockdown karena kasusnya sudah tergeneralisasi. Karena pasca lockdown, resiko peningkatannya juga akan muncul lagi. Jadi, kalau mau, at least dalam satu pulau. Sehingga, yang paling rasional adalah peningkatan testing dan tracing," ujarnya.
Menurutnya, upaya tersebut akan memberikan kesan yang lebih rasional terhadap PPKM. Ia menilai, 3T secara masif akan meningkatkan integritas data dan pengklasifikasian antara orang yang sakit, walaupun sejumlah pemerintah daerah (Pemda) dan masyarakat masih tergolong abai.
Baca Juga: Biodata Hingga Instagram Rendi Jhon, Pemeran Riki Ikatan Cinta yang Resmi Pacari Glenca Chysara
"Masalahnya, beberapa masyarakat bahkan di tingkat Pemda beranggapan bahwa kalau testing-nya dinaikan, semakin banyak yang sakit, maka zonanya akan semakin merah. Kalau enggak ada testing, penularan akan semakin banyak terjadi, namun kasus justru akan meledak, akan tetapi tidak tercatat," sesalnya.
Diketahui sebelumnya, pada momentum pasca Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriyah, tren kasus Covid-19 meningkat secara signifikan di pertengahan bulan Juni 2021. Ditambah dengan masuknya varian Delta yang disinyalir sebagai penyebab tingginya angka kematian.
"Seperti bulan Juni kemarin, itukan buah dari testing yang tidak masif dan pencatatan yang tidak optimal, sehingga meledak. Angka mungkin bisa kita manipulasi. Tapi kunjungan ke rumah sakit dan angka kematian tidak bisa bohong. Karena itu, kita saat ini yang paling realistis tentu meningkatkan testing untuk mendeteksi siapa yang sakit sebanyak mungkin," tandasnya.
Artikel Rekomendasi