Kritik Pedas W.S. Rendra untuk Pembangunan TMII yang Sempat Membuat Dirinya Ditahan

- 9 April 2021, 07:25 WIB
Pemandangan dari udara, kawasan Taman Mini Indonesia Indah.
Pemandangan dari udara, kawasan Taman Mini Indonesia Indah. /Foto: Instagram @tamanmini.indonesia/

MEDIA JABODETABEK - Bicara Taman Mini Indonesia Indah (TMII) merupakan sebuah tempat bagi sebagian orang menyimpan nostalgia di masa kecilnya.

Namun, sejak Rabu 7 April 2021 berdar kabar tentang wahana tersebut telah diambil alih oleh Pemerintah Pusat RI.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Perpres Nomor 19 Tahun 2021 tentang TMII akan mengatur penguasaan dan pengeloaan lewat Kementerian Sekertari Negara (Kemensetneg).

Baca Juga: Berlangsung Alot dan Sengit, Pertandingan Ajax vs Roma Berakhir 2-1

Sebelumnya, bangunan yang merupakan miniatur negara ini awalnya digagas oleh Presiden Soeharto pada tanggal 13 Maret 1970 di kediamannya di Jalan Cendana, Jakarta.

Gagasan tersebut disebut dengan Miniatur Indonesia Indah (MII) oleh Ibu Negara Siti Hartinah atau yang akrab disapa Ibu Tien Soeharto.

Melansir dari laman resmi TMII, semula proyek tersebut dilaksanakan oleh Yayasan Harapan Kita milik keluarga Cendana, kemudian mulai dibangun pada periode 1972-an dengan luas are 150 hektar.

Baca Juga: Liga Europa Leg Pertama Arsenal vs Slavia Praha Berakhir Imbang 1-1

Sementara itu, jika menelisik sejarah pada periode 70-an silam, mungkin banyak pihak yang tidak mengetahui polemik di balik pembangunan TMII.

Dilansir Mediajabodetabek.com dari beberapa sumber, terdapat gejolak perlawanan dari sebagian elemen masyarakat.

Francois Raillon dalam Politik Dan Ideologi Mahasiswa Indonesia: Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974 (1984) mengatakan, kritik yang dituai mahasiswa atas pembangunan TMII ialah keterbatasan dan kemampuan uang negara.

Baca Juga: Penampilan Boy Band TXT di Ellen DeGeneres Show Memberikan Dorongan Global Terbaru

Selain itu, Francois menilai jika mahasiswa di Jakarta dan Bandung membentuk pergerakan dengan nama yang cukup unik, seperti Gerakan Akal Sehat dan Gerakan Penyelamat Uang Rakyat.

Tak hanya mahasiswa, barisan sastrawan pun juga turut tergabung dalam aksi penolakan TMII. Salah satu yang terkenalnya adalah Willibrordus Surendra Broto Rendra.

Baca Juga: 5 Jenis Makanan yang Dapat Meningkatkan Imun Tubuh Selama Menjalankan Ibadah Puasa

Sastrawan yang memiliki julukan panggung W.S. Rendra ini sempat melontarkan protesnya melalui sebuah karya sastra berupa rangkaian sajak.

Hendrik Yuda Wahyu Alek dalam Pemikiran Kritis W.S. Rendra merangkum, ia pernah membuat kumpulan sajak yang bertemakan penolakan terhadap ketimpangan.

Dikatakan, saat itu Rendra mengkritik keras pemerintahan Orde Baru yang sedang menggalakan pembangunan skala nasional, salah satunya TMII.

Baca Juga: Halau Masyarakat yang Mudik Lebaran 2021, Polda Metro Jaya Akan Lakukan Penyekatan di Tol dan Terminal

Rendra mulai merangkai sajak-sajaknya pada periode akhir 1970-an. Salah satu diantaranya berjudul 'Sajak Ibunda' pada tanggal 23 Oktober 1977 yang merupakan kritik keras terhadap TMII.

Diketahui, ia telah berpartisipasi dalam sebuah demonstrasi anti TMII yang saat itu direncanakan dengan biaya pembangunan sebesar RP10,5 miliar.

Saat itu Rendra tergabung dalam barisan Arief Budiman. Dengan kata lain, 'Sajak Ibunda' merupakan salah satu karya sastranya yang paling eksplisit.

Baca Juga: Salah Memilih Salon, Bukan Rambut Terawat yang Akan Didapat

Seperti yang dicatat Harry Aveling dalam Rahasia Membutuhkan Kata: Puisi Indonesia 1966-1998 (2003), dikatakan saat itu rezim Orde Baru sedang gencar melakukan sensor terhadap berbagai macam kesenian.

Ia mengatakan, gelombang tersebut justru semakin masif saat memasuki periode akhir 1970-an. Namun Rendra tetap tampil dengan api yang menyala-nyala.

Oleh rezim Orde Baru saat itu, Rendra sempat dikirimi sepucuk surat ancaman akan dirinya dan keluarganya, di mana sebelumnya ia membacakan sajak-sajak bertemakan pembangunan Taman Ismail Marzuki (TIM).

Baca Juga: Kenali 3 Manfaat Madu Untuk Kesehatanmu, Salah Satunya Pencegah Kanker!

Saat pentas berlangsung, aparat keamanan melemparkan bom amoniak sehingga beberapa penonton pingsan.

Tiga hari setelahnya, Rendra ditahan oleh Kodam Jaya karena puisinya dianggap menghasut.

Selain Widji Thukul, Rendra merupakan salah satu sastrawan yang paling kritis, karyanya tajam menghantam singgasana rezim saat itu. Namun ia tetap dipandang sebagai seorang yang religius namun tetap indah.

Baca Juga: Kamu Punya Sakit Gerd? Hindari Beberapa Hal Dibawah Ini!

Walau tetap kritis, Rendra telah mengantongi delapan penghargaan dari setiap karyanya, antara lain adalah:

1. Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta (1954)
2. Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
3. Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
4. Hadiah Akademi Jakarta (1975)
5. Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
6. Penghargaan Adam Malik (1989)
7. The S.E.A. Write Award (1996)
8. Penghargaan Achmad Bakri (2006)***

Editor: Ricky Setiawan


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x