Cerita Berdarah Di Balik Bangunan Lapas Kelas 1 Tangerang, Tapol 1965 Disiksa dan Dipekerjakan Secara Paksa

8 September 2021, 21:31 WIB
Kondisi Lapas Kelas 1 Tangerang pasca peristiwa kebakaran yang merenggut 41 nyawa penghuninya pada Rabu, 8 September 2021, dini hari. /Gilang Andaruseto Prabowo/Kemenkumham

MEDIA JABODETABEK - Telah terjadi kebakaran di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Tangerang pada Rabu, 8 September 2021. Peristiwa itu memakan korban yang terdiri dari narapidana sebanyak 41 orang.

Bangunan tersebut sebelumnya dididirikan pada tahun 1977, namun baru diresmikan tahun 1982. Artinya, usia Lapas Kelas 1 Tangerang sudah tergolong tua.

Namun, siapa sangka jika bangunan ini berdiri tepat di atas sebuah hamparan tanah bekas kamp konsentrasi atau kamp kerja paksa para tahanan politik (tapol) tragedi genosida 1965?

Baca Juga: Delapan Narapidana Korban Kebakaran di Lapas Kelas 1 Tangerang Masih Dirawat dengan Penjagaan Ketat

Perlu diketahui, tragedi kemanusiaan itu juga merenggut nyawa dan hak-hak sipil para pendukung Presiden Soekarno yang saat itu dianggap berlainan ideologi dengan petinggi rezim Orde Baru (Orba), yakni Jenderal Soeharto.

Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965 (YPKP 65) Bedjo Untung mengisahkan penderitaan berdarahnya sebagai tapol yang dituduh terlibat Gerakan 30 September (G30S)

"Saya tahu persis, berada di Tangerang sejak tahuh 1972 sampai 1979, sebagai tahanan politik untuk kerja paksa di wilayah ini," tuturnya saat dihubungi Mediajabodetabek.com pada Rabu, 8 September 2021.

Baca Juga: Soal Kebakaran Lapas Kelas 1 Tangerang, Amnesty International Sebut Tahanan Tak Mendapatkan Fasilitas Layak

Sebagai saksi kejadian salah satu tragedi Black September di Indonesia ini, Bedjo mengaku bahwa dirinya beserta tapol lain dipekerjakan secara paksa di wilayah yang ia sebut sebagai area 2 kamp Konsentrasi kerja paksa.

Ia menuturkan, semua hasil kerjanya tidak dinikmati oleh para tapol melainkan tentara yang saat itu mengontrol kamp tersebut.

Sementara itu, Bedjo beserta tapol lainnya diperlakukan secara tidak manusiawi oleh para tentara, apalagi bila hasil kerjanya dianggap tak sesuai harapan yang dikehendaki komandan kamp. Tak jarang, tapol alami pemukulan, distrap (dihukum) push up, dikurangi jatah makan, dab sebagainya.

Baca Juga: Warga Afrika Selatan dan Portugal Ikut Meninggal Dunia akibat Insiden Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang

"Semua hasil kerja dari tapol dikuasai oleh tentara. Kami tidak punya hak menjawab ataupun melawan; itu kami digebuk, disiksa, dan dipaksa untuk bekerja. Kami tidak diupah dan tidak diberikan makan secara layak," paparnya.

Bedjo ditahan saat adanya tuduhan keterlibatan dengan G30S. Ia mengaku bahwa dirinya tergabung dalam organisasi Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI), sebuah organisasi pemuda pelajar independen yang tidak ada kaitannya dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), bahkan memiliki status legal ketika pemerintahan Presiden Soekarno.

Dalam pemaparan kronologinya, penyintas tragedi kemanusiaan 1965 itu mulanya harus menjalani interogasi selama satu tahun, yakni pada periode 1970 hingga 1971.

Baca Juga: Soal Kebakaran di Lapas Kelas 1 Tangerang, Menkumham: Ini Akibat Instalasi Listrik yang Tak Terawat

Lalu, ia dipindahkan ke Rumah Tahanan Chusus (RTC) Salemba, Jakarta Pusat pada periode 1971 hingga 1972 sebagai tahanan yang tidak diadili.

Kemudian, Bedjo beserta tapol lain dikirim ke kamp kerja paksa di Tangerang pada periode 1972 hingga 1979, di mana di atas lokasi bekas Kamp Konsentrasi Kerja Paksa itu salah satunya berdiri bangunan Lapas Kelas 1 Tangerang yang saat ini alami kebakaran hebat. Selain Lapas Kelas I ada lagi Lapas Perempuan bekas pindahan Penjara Wanita Bukitduri Jakarta.

"Tanpa pengadilan, saya ditahan," katanya. "Awalnya saya ditahan di Rutan Salemba, karena penuh, saya dipindahkan ke Inrehab Sub-RTC Salemba di Tangerang," imbuhnya.

Baca Juga: RS Polri Buka Pos Ante Mortem Guna Identifikasi Jenazah Korban Kebakaran Lapas Kelas 1 Tangerang

"Bila malam, tapol disekap di Lapas Pemuda Tanah Tinggi, bangunan penjara tua yang dibangun oleh Belanda."

Diperkirakan ada 6.000 orang yang dipekerjakan secara paksa mirip rodi atau romusha di zaman pendudukan Jepang.

Bedjo menyebutkan, letak kamp konsentrasi itu berada tepat di sebelah Taman Gajah Tunggal dengan luas 60 hektar sebagai area 1. Sedangkan area 2 berletak di sekitar Mal Tangcity dengan luas 55 hektar.

Baca Juga: Kebakaran di Lapas Tangerang Hari ini, Puluhan Orang Meninggal,8 Orang Luka-luka

"Jadi totalnya 115 hektar. Di sana ada yang tanam padi, tanam jagung, ketela (singkong), juga beternak ayam, ikan, kerbau dan kambing," sebutnya menambahkan.

Menanggapi peristiwa kebakaran di Lapas Kelas 1 Kota Tangerang yang hari ini menjadi trending, Bedjo beranggapan jika semua orang harus mengetahui latar belakang bangunan lembaga pemasyarakatan tersebut, khususnya sejarah sebelum pembangunannya.

"Jauh sebelum itu, tapol sudah ada di atas kamp kerja paksa," ulasnya.

Baca Juga: Lapas Teroris di Bogor Overcapacity, Pemerintah Bangun Tiga Lapas di Nusakambangan

Penjara Kelas I yang terbakar ini, mulanya dibangun sebagai pengganti Penjara di Glodok Jakarta. Selain itu, Penjara Wanita yang sekarang berdiri di atas area bekas Kamp Konsentrasi Kerja Paksa di Cikokol, adalah sebagai ganti Penjara Wanita Bukitduri Jakarta yang harus digusur karena lokasinya berubah menjadi sentra bisnis.

Sepanjang jalan Veteran, lanjut Bedjo, itu lokasi termasuk lokasi kamp kerja paksa tapol 1965 yang disebut area 2. Ia mengusulkan agar tempat itu dijadikan Memorial Park sebagai sarana edukasi generasi muda untuk mengenal sejarah bangsanya.

"Terang saya begini, ini memorial park tidak memiliki niatan politik. Kami ini murni untuk menunjukkan kepada publik, terutama generasi muda tentang sejarahnya.

Baca Juga: Blok G Lapas Kelas 1 Kota Tangerang Terbakar, Ada Korban Jiwa

"Silahkan, biarlah generasi muda menilai apa yang terjadi pada tragedi 1965. Ada kejahatan kemanusiaan, pembunuhan massal dan kerja paksa mirip perbudakan dan semuanya tanpa proses hukum," jelasnya menambahkan.

Di sisi lain, Bedjo membandingkan bangunan Lapas Kelas 1 Tangerang dengan Lapas Pemuda. Bahkan, ia mengaku jika dirinya pernah melihat ketika bangunan yang hari ini terbakar itu belum diisi oleh tahanan dan narapidana.

"Bila dibandingkan dengan penjara Lapas Pemuda, Lapas Kelas 1 yang terbakar bangunannya tidak kuat. Kualitas bangunan kurang kuat. Saya melihat ketika lapas belum diisi narapidana. Diduga, bangunan ini dibuat asal-asalan, ketika itu sudah biasa adanya praktik korupsi. Ini perlu diselidiki," tandasnya.***

Editor: Eria Winda Wahdania

Tags

Terkini

Terpopuler