Epidemiolog: Jika Tidak Ada Penurunan Kasus, PPKM Harus Dihentikan Secara Total

7 Agustus 2021, 19:27 WIB
selama ppkm level 3 dan 4, keluar masuk Jakarta wajib pakai STRP /facebook/TMC Polda Metro Jaya

MEDIA JABODETABEK - Tren kasus Covid-19 selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 dinilai memberikan dampak baik bagi jumlah angka kesembuhan.

Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) dr Atoillah Isfandiari mengatakan, PPKM level 4 realitif menurunkan jumlah kasus, walaupun tergolong tidak signifikan.

"Walaupun masih fluktuatif dibandingkan awal PPKM dengan 56.000 per hari. Jadi sekarang sudah ada penurunan walaupun tidak cukup signifikan," katanya saat dihubungi Mediajabodetabek.com pada Sabtu, 7 Agustus 2021.

Baca Juga: Pengamat Sebut Pemerintah RI Tidak Mengedepankan Sains dalam Penanganan Kasus Covid-19

Di sisi lain, Atoillah menilai jika PPKM level 4 masih harus dievaluasi karena kembali menimbulkan peningkatan mobilitas masyarakat sebesar 30 persen, terlebih diikuti lonjakan kasus kematian. Ia khawatir hal tersebut justru menyebabkan lonjakan kasus baru, bahkan memicu pemberhentian kebijakan PPKM.

"Artinya, jika tidak ada penurunan kasus, PPKM harus dihentikan secara total. Yang masih menjadi PR adalah jumlah kasus kematian yang justru lebih tinggi, walaupun seharusnya bisa ditekan. Mungkin, itu menjadi residu dari kasus pada PPKM di awal-awal," terangnya.

Kemudian, lanjut Atoillah, harus ada evaluasi dan pemantauan secara menyeluruh selama beberapa minggu kedepan. Menurutnya, PPKM justru perlu diperpanjang dengan proses pendisiplinan yang ketat.

Baca Juga: Tanganya Cedera Hingga Diperban, Isyana Sarasvati Kena Mental Break Down: Nanti Bermusiknya Gimana?

"Di sejumlah tempat perlu memperpanjang PPKM. Atau yang sebelumnya longgar, harus diperketat. Kita lihat memang terjadi penurunan tren BOR (Bed Occupancy Rate) di sejumlah rumah sakit di kota besar, bahkan penurunannya hingga 65 persen," katanya.

Ia mengungkapkan, anomali justru terjadi peningkatan BOR sebesar 97 persen di sejumlah kota di luar Pulau Jawa.

"Sementara di kota-kota besar hanya kasus aktif yang ditangani," tambahnya.

Baca Juga: Lokasi Layanan SIM Keliling Jabodetabek Hari Ini, Sabtu 07 Agustus 2021: Samling Jakarta Tidak Ada Pelayanan

Sejauh ini, Mediajabodetabek.com belum mendapati informasi mengenai perpanjangan kebijakan PPKM. Sebagaimana yang terjadi sebelumnya, PPKM level 4 dilaksanakan sebagai tanggapan belum turunnya persentase tren kasus Covid-19 secara signifikan.

Dalam hal ini, tambah Atoillah, pemerintah harus foksu dengan peningkatan kedisiplinan dan mobilitas masyarakat, dengan adanya pertimbangan ilmiah dalam menjalankan kebijakan PPKM. Selain itu, ia juga menghimbau agar adanya pengedukasian terkait protokol kesehatan secara masif.

"Tapi fokusnya jangan seolah-olah membatasi masyarakat jadi tidak bebas bergerak. Tetapi, prinsipnya agar tidak terjadi kerumunan. Tapi juga harus dibarengi dengan edukasi," imbuhnya.

Baca Juga: Vaksinasi Jawa Tengah Baru Capai 19%, Ganjar Pranowo: Saya Minta Lansia di Prioritaskan

Selain itu, ia juga menghimbau masyarakat agar dapat menahan diri selama masa pembatasan aktivitas sosial berlangsung, walaupun ada bentuk-bentuk pelonggaran secara sengaja maupun tidak sengaja oleh pihak pemerintah dalam faktor teknis.

"Kedisiplinan tidak meningkat secara signifikan. Begitu khawatirnya jika ini tidak terbangun, khususnya pada prokes. Memang logikanya tidak semerta-merta. Itupun di setiap daerah bisa berbeda-beda," terangnya.

Sejak Juni 2021, berbagai macam asumsi dari pakar epidemiologi mengenai kebijakan lockdown sempat bermunculan, banyak yang menilai jika pembatasan sosial tanpa karantina massal tidak efektif menurunkan tren kasus Covid-19.

Baca Juga: [BREAKING NEWS] Gempa Berkekuatan 5,5 Magnitudo Guncang Sebagian Wilayah di Sekitar Selat Sunda

Atoillah justru memberikan solusi selain lockdown, yakni PPKM yang dibarengi dengan tracing, testing, dan treatment (3T) secara masif serta menyeluruh. Menurutnya, hal tersebut akan memaksimalkan jika kebijakan pembatasan sosial itu diperpanjang.

"Saat ini kita sudah sulit mewacanakan lockdown karena kasusnya sudah tergeneralisasi. Karena pasca lockdown, resiko peningkatannya juga akan muncul lagi. Jadi, kalau mau, at least dalam satu pulau. Sehingga, yang paling rasional adalah peningkatan testing dan tracing," ujarnya.

Menurutnya, upaya tersebut akan memberikan kesan yang lebih rasional terhadap PPKM. Ia menilai, 3T secara masif akan meningkatkan integritas data dan pengklasifikasian antara orang yang sakit, walaupun sejumlah pemerintah daerah (Pemda) dan masyarakat masih tergolong abai.

Baca Juga: Biodata Hingga Instagram Rendi Jhon, Pemeran Riki Ikatan Cinta yang Resmi Pacari Glenca Chysara

"Masalahnya, beberapa masyarakat bahkan di tingkat Pemda beranggapan bahwa kalau testing-nya dinaikan, semakin banyak yang sakit, maka zonanya akan semakin merah. Kalau enggak ada testing, penularan akan semakin banyak terjadi, namun kasus justru akan meledak, akan tetapi tidak tercatat," sesalnya.

Diketahui sebelumnya, pada momentum pasca Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriyah, tren kasus Covid-19 meningkat secara signifikan di pertengahan bulan Juni 2021. Ditambah dengan masuknya varian Delta yang disinyalir sebagai penyebab tingginya angka kematian.

"Seperti bulan Juni kemarin, itukan buah dari testing yang tidak masif dan pencatatan yang tidak optimal, sehingga meledak. Angka mungkin bisa kita manipulasi. Tapi kunjungan ke rumah sakit dan angka kematian tidak bisa bohong. Karena itu, kita saat ini yang paling realistis tentu meningkatkan testing untuk mendeteksi siapa yang sakit sebanyak mungkin," tandasnya.

Editor: Eria Winda Wahdania

Tags

Terkini

Terpopuler