Kasus Covid-19 Indonesia Terkini Melonjak Ekstrem, Pemerintah Akan Terapkan Kebijakan Lockdown ?

18 Juni 2021, 21:08 WIB
Kasus corona ditemukan di dalam Gedung DPRD Kota Banjar, sampai-sampai seluruh bangunan ditutup sementara. /Pikiran Rakyat/Nurhandoko Wiyoso/

MEDIA JABODETABEK - Lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia tergolong ekstrem sejak minggu kedua bulan Juni 2021, yang mencapai 67 persen dari jumlah sebelumnya.

Berdasarkan laporan Satgas Penanganan Covid-19 RI per hari Jumat, 18 Juni 2021, peningkatan jumlah terkonfirmasi positif mencapai 12.990 kasus, berbeda jauh dari sebulan sebelum momen Hari Raya Idul Fitri yang berkisar 4.000-an kasus.

Ditambah lagi dengan angka kematian yang juga meningkat hingga 290 kasus per hari, dengan total jumlah keseluruhan mencapai 54.043 korban.

Baca Juga: Update Corona Per 18 Juni 2021: Angka Kematian Akibat Covid-19 Bertambah 290 Orang, Totalnya Menjadi 54.043

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo mengatakan pada tanggal 17 Juni, pemerintah pusat belum memutuskan kebijakan penguncian atau lockdown, tak terkecuali kantor-kantor pemerintahan.

"Sampai hari ini, pemerintah belum mengambil keputusan berkaitan dengan berkembangnya suasana untuk lockdown, khususnya di kantor-kantor pemerintah," kata Tjahjo dalam keterangan tertulis dikutip Mediajabodetabek.com pada Jumat, 18 Juni 2021.

Di tataran Pemerintah Daerah (Pemda), Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X juga tengah mempertimbangkan kebijakan lockdown menanggapi lonjakan ekstrem kasus Covid-19 di wilayahnya.

Baca Juga: Link Download Game Higgs Domino MOD APK Terbaru v1.72 2021, Berikut Fitur dan Keunggulannya

"Kita kan sudah bicara 'ngontrol' di RT/RW, kalau gagal terus mau apa lagi? Kita belum tentu bisa cari jalan keluar, satu-satunya cara ya 'lockdown totally'," usulnya.

Sementara itu, Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Dr Muhammad Atoillah Isfandiari menganjurkan, kebijakan untuk menangani lonjakan pandemi yang begitu masif adalah lockdown, khususnya saat menanggapi menyebarnya varian SARS-CoV-2 atau virus Corona jenis B1617 asal India.

"Berkaca dari India, setelah melakukan lockdown angka bisa ditekan. Artinya, resiko penularan bisa dikurangi hingga kurang dari satu pasien bisa menularkan ke satu pasien yang lain," ujar Atoillah saat dihubungi Mediajabodetabek.com.

Baca Juga: Perjalanan Perdana Boeing 737 Max 10, Target Utama Irlandia

Ia berharap jika kebijakan lockdown "benar" diterapkan oleh pemerintah pusat, hal tersebut dapat mengendalikan lonjakan kasus Covid-19 secara nasional.

"Kiranya kita kembali ke jalur yang benar untuk semakin menekan pandemi," sebutnya.

Akan tetapi, lanjut Atoillah, perlu adanya pertimbangan, khususnya efektivitas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dalam kurun waktu setahun menghadapi pandemi.

Menurutnya hal itu berdampak pada resiliensi atau kemampuan beradaptasi dan psikologi masyarakat.

Baca Juga: Subaru Menutup Sementara Pabrik Gunma di Jepang Bulan Juli karena Kekurangan Chip

"Sehingga di satu sisi resiliensi ekonomi dan psikologi masyarakat terdapat pada titik yang rendah. Terbukti protokol kesehatan sudah semakin mengendur dari 80 persen sejak bulan Januari menjadi sekitar 42 persen menjelang hari raya kemarin," terangnya.

Sementara itu, Atoillah juga memberikan opsi kedua jika tidak ingin kebijakan lockdown diterapkan.

Menurutnya proses testing, tracing, dan treatment (3T) harus dilakukan secara masif dalam menangani lonjakan kasus Covid-19.

"Sebenarnya, tanpa lockdown, ketika 3T ini bisa dilakukan secara optimal, yang diperiksa adalah masyarakat umum dan tidak hanya yang sakit. Dan kemudian yang ketahuan sakit kemudian di-tracing dan diperiksa. Dan yang sakit-sakit bisa diisolasi. Saya rasa itu lebih kompromistis," tuturnya.

Baca Juga: Bocoran Bepanah Pyaarr Hari Ini, Jumat 18 Juni 2021: Raghbir Marah Melihat Pragati Menyetuh Barang Bani

Menjelang Hari Raya Idul Adha 2021, Atoillah juga mengusulkan agar tidak menciptakan kerumunan, khususnya di setiap daerah yang merupakan zona merah dan memiliki intensitas penularan yang cukup masif, khususnya saat ibadah shalat Ied dilaksanakan.

"Jadi diusahakan dilakukan dalam kelompok-kelompok lebih kecil, tidak terkumpul di satu tempat tertentu yang melibatkan kerumunan dalam jumlah yang banyak. Di zona-zona yang saat ini merah, sebaiknya ditiadakan," tandasnya.***

Editor: Ricky Setiawan

Tags

Terkini

Terpopuler