Hati-hati, Usai Vaksinasi, Kemenkes Tidak Menyarakan Uji Antibodi Secara Mandiri

- 17 Maret 2021, 21:18 WIB
ilustrasi pelaksanaan vaksinasi untuk lansia
ilustrasi pelaksanaan vaksinasi untuk lansia /Foto : Unsplash/

MEDIA JABODETABEK - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) menghimbau masyarakat untuk tidak melakukan tes antibodi secara mandiri pasca melakukan vaksinasi.

Hal ini dikarenakan akan beresiko menimbulkan kebingungan dan keraguan karena ketidak pahaman akan uji tersebut.

Juru bicara Vaksinasi Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmidzi mengungkapkan jika uji antibodi hanya mengukur kadar antibodi di dalam tubuh bukan menguji imunogenitas tubuh.

Baca Juga: Duh, Anies Baswedan Berangkat Kerja Naik MRT. Banjir Pujian Dari warganet

Sedangkan pengujian untuk menentukan imunogenitas yang timbul dari pemberian vaksinasi dilakukan dengan pemeriksaan Uji Netralisasi bukan Uji Antibodi secara mandiri.

“Hanya uji netralisasi yang diakui sebagai uji imunogenitas gold standard, namun uji ini tidak mudah dan berisiko tinggi karena menggunakan virus hidup sehingga hanya bisa dilakukan di laboratorium yang terbatas," ungkap Nadia dalam konferensi pers yang diadakan Kemenkes pada Selasa 16 Maret 2021.

Nadia menjelaskan kalau uji netralisasi dilakukan untuk melihat uji klinis (terutama pada saat tahap kedua dan ketiga) untuk memastikan bahwa imunitas terbentuk setelah proses penyuntikan dosis pertama dan kedua.

Baca Juga: Asyik ! Warga Jakarta Sebentar Lagi Akan Punya Fasilitas Olahraga Bertaraf Internasional

Sedangkan antibodi baru akan terbentuk setelah 28 hari penyuntikan kedua.

Berdasarkan pemaparan Nadia, badan kesehatan dunia (WHO) belum merekomendasikan uji apapun yang sesuai dengan standar internasional (gold standar) untuk melihat kadar imunogenitas pasca penyuntikan vaksin.

Hingga saat ini juga belum ada kesepakatan internasional mengenai batas proteksi atau correlate protection.

Sehingga melakukan uji secara mandiri dapat menimbulkan kesalah pengertian.

Baca Juga: Link Video Syur di Salah Satu Hotel di Bogor Tersebar, Polisi Selidiki Kasusnya

“Angka kecil dari hasil pemeriksaan titer antibodi bukan berarti tidak memberikan efek proteksi. Karena sudah diketahui sebelumnya dari uji klinis tahap ketiga, resiko untuk menjadi sakit Covid 19 untuk vaksin Sinovac sebesar 65% dan imunogenitas dari vaksin Sinovac mencapai 90-95%,” ungkap Nadia pada konferensi pers.

Nadia mengungkapkan referensi vaksin Sinovac ini dari uji klinis lebih dari 92% subjek seropositif dari uji netralisasi 14 hari pasca dosis kedua dari subjek yang seronegatif sebelumnya.

Dalam konferensi pers tersebut, Nadia juga menanggapi keluhan tentang masih ada yang sakit setelah 28 hari divaksin.

Baca Juga: Ketiak Kamu Bermasalah ? Berikut ini 6 Cara Perawatannya

Nadia menjelaskan bahwa vaksin bisa dibilang memberikan efek proteksi jika ada peningkatan antibodi sebanyak empat kali.

“Namun, kita tidak pernah tahu angka awal antibodi yang dimiliki tiap individu. Tetapi kita sudah mengetahui angka proteksi yang diberikan oleh vaksin jadi tidak perlu menambah kebingungan dengan melakukan uji antibodi secara mandiri,”ungkap Nadia pada konferensi pers yang diselenggarakan oleh Kemenkes RI.

Nadia menjelaskan bahwa vaksin bisa memberikan proteksi yang kalaupun sampai sakit, sakitnya tidak akan menjadi berat atau parah.

Baca Juga: Ratusan Knalpot Bising Hasil Sitaan Dimusnahkan Polresta Bogor

Nadia menggambarkan vaksinasi Covid ini seperti vaksinasi cacar.

Waktu kecil anak-anak sudah divaksinasi cacar namun tetap bisa terinfeksi penyakit cacar. Namun cacar yang diderita relatif ringan dan tidak menimbulkan kematian.

Sehingga walaupun sudah vaksin tetap harus menerapkan protokol kesehatan demi menjaga keamanan bersama terutama masyarakat senior dengan usia diatas 60 tahun.

Kemenkes mengajak masyarakat untuk yakin terhadap vaksinasi ini dan tidak perlu melakukan uji antibodi mandiri seusai vaksinasi kalau nantinya hanya akan menimbulkan kebingungan.***

Editor: Ricky Setiawan


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini