International Women's Day 2021, Kekerasan Seksual Masih Jadi Penyakit Serius di Indonesia

- 8 Maret 2021, 16:46 WIB
Kelompok Aliansi Perempuan Lampung gelar aksi long march untuk memperingati International Women's Day
Kelompok Aliansi Perempuan Lampung gelar aksi long march untuk memperingati International Women's Day /Dian Hadiyatna/Antara

Baca Juga: PLN Karawang Kembali Tergenang Banjir, 3.806 Rumah Mati Lampu

"Pertama, dari tahun ke tahun jumlahnya makin meningkat. Karena memang tidak pernah ada sanksi yang adil kepada para pelaku kekerasan seksual yang bisa memberikan efek jera bagi para pelaku dan calon pelaku. Kedua, pemerintah membiarkan terjadinya ketidakamanan dan ketidakselamatan bagi warganya terkait dengan kasus kekerasan seksual. Ketiga, ketiadaan RUU-PKS ini, sebagian warga negara ditempatkan pada situasi yang tidak aman, kekerasan seksual itu menimbulkan dampak yang luar biasa, yang bisa menghancurkan kehidupan korban," paparnya.

Lebih lanjut, Dhyta menyebut jika pemerintah melakukan pembiaran terhadap penderitaan, trauma seumur hidup yang dialami korban kekerasan seksual.

Guna menanggulangi tindakan diskriminasi berbasis gender dan naiknya angka kekerasan seksual, Dhyta berasumsi jika pendidikan seks dalam konteks ilmiah harus diadakan sejak dini yang tentunya tidak ada asupan-asupan dogmatis. Namun, ia menganggap pemerintah tidak terkonsenterasi pada hal-hal yang bersifat urgensi ini.

Baca Juga: Kaesang Pangarep Buka Suara Usai Ibu Felicia Tissue Ungkap Kekecewaan dan Singgung Orang Ketiga

Mengulas pengalaman yang Dhyta dapat selama di bangku sekolah, ia mengaku bahwa dirinya pernah mendapatkan pendidikan seks, namun dalam bentuk yang sifatnya moralis dengan disertai gambaran ketakutan akan dogma.

"Pendidikan seks dan gender ini harus benar-benar dilakukan secara komperhensif yang berbasiskan informasi dan fakta yang benar, bukan pendidikan seks dan gender yang berbasiskan ketakutan yang seringkali didasari moral," ujarnya. "Namun pendidikan seks yang ada justru malah berbasiskan moral dan ketakutan atau fearbase, misal 'kamu jangan melakukan ini, karena kalau kamu melakukan, kamu akan berdosa dan bisa masuk neraka'. Itu tidak memberikan informasi apapun," sambungnya.

Pendidikan seks dan gender secara moralis, lanjut Dhyta, tidak mempersiapkan masyarakat menghadapi hal-hal terburuk apabila tidak memiliki pengetahuan terkait seks dan gender.

Baca Juga: MotoGp 2021 Segera Bergulir, Apa Kabar Marc Marquez?

Menampik kekeliruan terkait anggapan pendidikan seks dan gender di masyarakat yang 'katanya' mengajarkan tentang 'berhubungan seks', Dhyta menegaskan bahwa kajian tersebut tidaklah mengajarkan hal terkait.

Halaman:

Editor: Ricky Setiawan


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah