International Women's Day 2021, Kekerasan Seksual Masih Jadi Penyakit Serius di Indonesia

- 8 Maret 2021, 16:46 WIB
Kelompok Aliansi Perempuan Lampung gelar aksi long march untuk memperingati International Women's Day
Kelompok Aliansi Perempuan Lampung gelar aksi long march untuk memperingati International Women's Day /Dian Hadiyatna/Antara

"Tatanan keluarga masih menempatkan laki-laki dengan privilege yang paling tinggi, sebagai pemimpin, sebagai pengambil keputusan, sebagai tulang punggung keluarga, sampai ke tingkat pemerintahan," ujarnya saat dihubungi Media Jabodetabek pada Senin, 8 Maret 2021.

Aktivis kaum puan ini menilai, lini pemerintahan di Indonesia masih salah satu yang buruk dalam menempatkan posisi pada kaum perempuan sebagai dampak diskriminasi terhadap mereka.

Baca Juga: Apa Saja Salat yang Boleh Dijamak, Berikut Ini Niat dan Tata Cara Melaksanakan Salat Jamak

"Pemerintahan kita ini, melihat komposisi gender, itu masih salah satu yang paling buruk dalam posisi-posisi power ini," sebutnya. "Ini pun juga memberi dampak yang cukup hebat terhadap kehidupan perempuan secara keseluruhan, diskriminasi terjadi dimana-mana, kekerasa juga masih terjadi dimana-mana," jelasnya.

Namun, Dhyta mengatakan, bentuk diskriminasi terhadap perempuan justru muncul dari ketiadaan aturan atau payung hukum khusus untuk mereka. Hal itu yang membuat dirinya dengan tegas menyebut patriarki masih membudaya di Indonesia.

"Ketika itu terjadi, tidak ada perlindungannya, baik dari masyarakat maupun dari pemerintahan. Patriarki masih sangat kental dan mengakar di Indonesia," sesalnya.

Baca Juga: Mutiara Adiguna Viral Usai Gelar Pernikahan Bertema K-Pop

Permasalahan terkait diskriminasi terhadap kaum perempuan di Indonesia, pastinya tidak jauh dengan polemik Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) pada tahun 2019. Dhyta sangat menyesali jika pemerintah sama sekali tidak mendukung pengesahan aturan perlindungan hukum tersebut.

"Aku berani bilang kalau secara langsung memang ada pembiaran oleh pemerintah," sebutnya. "Bagaimana pun juga tugas negara itu adalah melindungi semua warga negaranya, termasuk dari kasus kejahatan kekerasan seksual." ujarnya.

Mangkraknya RUU-PKS, lanjut Dhyta, terdapat tiga hal yang menurutnya menjadi dampak dari adanya pembiaran oleh pemerintah. Ia mengkonsenterasikannya pada bentuk-bentuk kekerasan seksual dan perlindungan yang selama ini didapatkan oleh para pelaku.

Halaman:

Editor: Ricky Setiawan


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini