MEDIA JABODETABEK – Tini Kasmawati menggunakan sistem katrol untuk mengangkat seember pisang yang dibawa ke hutan tropis.
Dalam beberapa menit, seekor siamang abu-abu, dengan bayi yang memeluk di dadanya, berayun melalui pepohonan dan mengambil beberapa pisang.
Selama hampir delapan tahun, Tini (49), telah melakukan misi swadana untuk merawat hewan langka, yang berasal dari Jawa Barat, menghabiskan setidaknya dua jam sehari bersama mereka.
Juga dikenal sebagai “owa jawa”, populasi primata berambut abu-abu ini menurun karena perdagangan hewan ilegal dan penebangan hutan.
Hanya sekitar 4.000 yang masih berkeliaran di alam bebas, menurut Konservasi Internasional, dan sekitar 24 di wilayah ini, menurut kelompok konservasi satwa liar.
Saat Tini bertemu seorang pelajar Belanda, yang bepergian ke negara tropis ini untuk meneliti siamang tahun 2014, ia merasa malu dengan ketidaktahuannya sendiri. Itu mendorongnya untuk merawat setidaknya enam makhluk, yang ia anggap sebagai keluarga.
“Sebuah kehormatan bahwa saya bisa melakukan ini, tidak banyak orang di luar sana yang ingin atau bisa melakukan ini,” kata Tini dalam sebuah wawancara.
Aktivis kesejahteraan hewan Budiharto, yang mengelola Pusat Margasatwa Cikananga, yang memantau spesies terancam punah di provinsi Jawa Barat, mengatakan pekerjaan Tini telah membuat sedikit perbedaan bagi populasi siamang, namun ia telah membantu banyak kebutuhan makanan untuk primata.
Ada rencana untuk mengubah hutan Lengkong menjadi kawasan yang dilindungi, namun nasib monyet berwajah kusut ini tetap genting karena diganggu oleh perkawinan sedarah, kata Budiharto.
Tini berharap pekerjaannya dapat membantu melestarikan siamang yang tersisa dan mengizinkan para peneliti untuk mengedukasi masyarakat umum tentang mereka.
“Jika Tuhan berkehendak, selama saya masih bisa jalan, saya tidak akan berhenti,” katanya. ***