Peraturan Rokok Dapat Dijual Murah

3 April 2021, 23:14 WIB
Ilustrasi rokok. Menurut Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta menuturkan jika akses yang mudah mendapatkan rokok menjadi pemicu banyak perokok pemula. /PIXABAY/klimkin

MEDIA JABODETABEK - Penelitian yang dilakukan oleh Center of Human And Economic Development (CHED) Institut Teknologi Dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan Jakarta, Adi Musharianto menututrkan bahwa aturan pemerintah memungkinkan rokok dapat dijual dengan harga murah di pasaran sehingga relatif harganya dapat terjangkau oleh masyarakat.

 Baca Juga: Inilah Manfaat Mandi Sebelum Subuh, Salah Satunya Menurunkan Gula Darah!

“Kalau kita lihat harga rokok, faktanya Harga Transaksi Pasar atau HTP justru diatur kurang dari harga banderol.

 Ambil contoh sigaret putih mesin (SPM) harga banderolnya Rp35.800 tetapi di pasar dijual Rp29 ribu atau 81 persennya," ujar Adi dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.

 Baca Juga: Lirik Lagu Seribu Kali Cinta,Menceritakan Tentang Makna Cinta Sejati Dinyanyikan Oleh Christie Hartono

 Kebijakan Bea Cukai saat ini memungkinkan harga jual rokok di bawah 85 persen dari harga pita cukai atau Harga Jual Eceran (HJE) yang telah ditetapkan pemerintah.

 Hal itu tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Bea Cukai Nomor 37 Nomor 2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Tembakau.

 Baca Juga: Gedung Capitol Amerika Serikat Kembali Mendapatkan Serangan

 Produsen dapat menjual di bawah 85 persen dari HJE asal dilakukan tidak lebih dari 40 kota yang disurvei oleh kantor Bea Cukai.

Adi menuturkan, bahwa perusahaan produsen rokok yang berupaya untuk menekan marginnya agar dapat menjual produknya di bawah harga banderol.

 Baca Juga: Wakil Gubernur Bali, di Bulan Juli Bali Bersiap Buka Pariwisata

 "Faktanya perusahaan menekan HTP agar di bawah 85 persen, dampaknya itu terhadap margin tenaga kerja, price predatory, dan prevalensi perokok," kata Adi.

Terjangkaunya harga rokok membuat upaya menurunkan prevalensi merokok anak menjadi tidak optimal.

 Baca Juga: Menuju Pelaminan, Atta dan Aurel diiringi Tarian Gelombang Dari Sumatera, Simak Disini!

Berdasarkan Data yang di himpun dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) prevalensi orang yang merokok berkisar pada usia 10-18 tahun naik sebesar 1,9 persen dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018.

"Kita sangat prihatin selama satu tahun pandemi COVID-19 ini, belum terlihat penguatan pengendalian rokoknya," ujar Hasbullah.

 Baca Juga: Starter dan Line UP Bayern Munchen Vs Leipzig, Choupo-Moting Gantikan Peran Robert Lewandowski

Hasbullah mengajak kepada konsumen untuk lebih cerdas agar tidak membelanjakan uangnya untuk produk yang desktruktif seperti rokok.

Dia menyoroti pengendalian tembakau juga sulit terjadi karena adanya pelanggaran harga dalam penjualan rokok di pasar sehingga masyarakat makin mudah membeli rokok.

 Baca Juga: Genesis X Coupe Concept Perlihatkan Mobil GT Masa Depan

 Dia berharap pemerintah khususnya pemerintah daerah bertindak tegas soal pelanggaran harga.

 "Harusnya pemda-pemda ikut melindungi rakyatnya bahwa harga rokok yang makin murah justru meracuni rakyat di daerahnya dan meningkatkan risiko sakit masa depan dan juga COVID-19, jangan pula pemda membiarkan perusahaan atau pedagang memberikan kemudahan," kata Hasbullah.***

 

*Disclamer:berita ini di tayangkan oleh Antara News dan di kutip darinya

Editor: Yesa Novianti Putri Ashari

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler