Fakta Ahmadiyah, Aliran yang Dianut Dokter Faheem Younus dan Mengundang Kontroversi di Indonesia

29 Juli 2021, 18:34 WIB
Dokter Faheem Younus /Twitter @faheemyounus

MEDIA JABODETABEK - Dokter senior asal Maryland, Amerika Serikat (AS) Faheem Younus tengah dirundung kontroversi lantaran diisukan sebagai salah satu petinggi aliran Ahmadiyyah.

Diketahui sebelumnya, Younus memang sering membuat cuitan-cuitan terkait penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia yang ia nilai sangat buruk.

Namun, netizen Indonesia lewat platform media sosial Twitter justru menyerang Younus lantaran aqidah atau ajaran yang dianutnya berbeda, yakni aliran Ahmadiyah. Rata-rata dari mereka berasumsi bahwa ajaran Mirza Ghulam Ahmad itu sesat.

Baca Juga: Baca Juga: Juliari Batubara Dituntut 11 Tahun Penjara, ICW: KPK Sesumbar akan Hukum Berat Koruptor Bansos Covid-19

"Alhamdulillah uda tahu dari beberapa bulan lalu sih, cuman kalo aku gamasalah sih selama dia ngomong sesuai koridor keilmuannya (kedokteran). Selebihnya Big No for #Ahmadiyah," ujar salah seorang netizen pemilik akun Twitter @fiantoarii pada Kamis, 29 Juli 2021.

Pada tahun 1980, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sempat mengeluarkan fatwa sesat terhadap ajaran tersebut. Bahkan, di tahun 2005 Ahmadiyah dinyatakan telah melenceng dari ajaran Islam.

Mediajabodetabek.com melansir dari berbagai sumber terkait fakta mengenai Ahmadiyah. Berikut adalah sepenggal kajian yang membahas ajaran tersebut secara intisari.

Baca Juga: Baca Juga: BSNT Mulai Disalurkan, Dinsos DKI Jakarta Sebut Ada 99.763 KK yang Belum Menerima Bansos Beras

Secuil Sejarah Ahmadiyah

Ahmadiyah merupakan sebuah gerakan keagamaan yang dibawa oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad pada periode 1835 hingga 1908 di India.

Dilansir dari laman Al Islam, ajaran ini muncul sebagai tanggapan atas praktik kolonialisme Inggris di India dan menciptakan kebangkitan umat Islam. Terlebih, saat itu praktik-praktik misionaris atau Kristenisasi juga tengah masif di masyarakat.

Tak hanya itu, Mirza beserta pengikutnya juga berupaya mengkanter gerakan modernisasi Sayyid Ahmad Khan dan kebangkitan fundamentalisme Hindu Arya Samaj.

Baca Juga: Viral di TikTok, Lirik Lagu Setia untuk Selamanya dari Aprilian dan Fauzana, Tak Bosan Bosan Aku Memandangmu

Ketika gerakan syiarnya tengah berlangsung, pada tahun 1889 di sebuah desa bernama Qadian, yang berlokasi di negara bagian Punjab, India, Mirza mendeklarasikan dirinya sebagai Mujaddid, al-Masih, dan al-Mahdi.

Perlu diketahui, perpecahan terjadi di antara Ahmadi (pengikut Ahmadiyah) dan membuat jemaat ajaran tersebut terbagi dua, yakni Ahmadiyah Qadian dan Ahmadiyyah Lahore.

Penyebab perpecahan itu kerap kali disangkutpautkan dengan faktor kepemimpinan secara internal, ada yang menghendaki Hadhrat Mirza Ghulam Bashiruddin Mahmud Ahmad (Putra kedua Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad) dan ada yang menghendaki Muhammad Ali (tokoh senior Ahmadiyah).

Baca Juga: Lirik dan Chord Lagu Batak Pariban dari Jakarta yang Dipopulerkan Oleh Suryanto Siregar

Akan tetapi, mayoritas dari pengikut Ahmadiyyah memilih Hadhrat Mirza Ghulam Bashiruddin Mahmud Ahmad sebagai Khalifatul al-Masih, al-Mau'ud II yang memindahkan pusat Ahmadiyah ke London, Inggris.

Ahmadiyah di Indonesia

Ajaran Ahmadiyyah sendiri telah masuk ke Indonesia sejak tahun 1925 dengan dilahirkannya organisasi bernama Jema'at Ahmadiyah Indonesia.

Mengutip laman The Persecution, keberadaan organisasi Ahmadiyyah juga telah diakui secara hukum oleh pemerintah RI lewat SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953.

Hingga tahun 2005, pemerintah RI juga tidak pernah melarang kegiatan-kegiatan Ahmadiyyah, bahkan Pemerintah saat itu lewat Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Alwi Shihab tidak akan melarang maupun membubarkan Ahmadiyah.

Baca Juga: Bantuan Subsidi Gaji 2021 Cair? Cek Sekarang Melalui Link Ini

Meski demikian, larangan ajaran Ahmadiyyah oleh MUI sejak tahun 1980 juga turut memicu persekusi di sejumlah daerah seperti di Lombok Timur, Manislor, Tasikmalaya, Parung , Garut, Ciaruteun, Sadasari, dan juga daerah lainnya.

Penyerangan tersebut tidak terbatas pada perusakan tempat ibadah, rumah, dan sarana material lainnya tetapi juga pelarangan ibadah dan aktivitas lainnya, pelecehan, penyerangan dengan senjata tajam bahkan pembunuhan serta aksi teror lainnya.

Amir Nasional Jemaat Ahmadiyah Indonesia H. Abdul Basis dalam sebuah keterangan tertulis mengatakan, pemerintah RI yang saat itu dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak pernah melakukan pelarangan terhadap ajaran Ahmadiyyah, melainkan diusulkan untuk menempuh jalur hukum.

Baca Juga: Tak Mempan Ditakut-takuti Tetangga, Seorang Kakek Nekat Kayuh Sepeda 15 Km Demi Dapatkan Vaksin

"Namun demikian, kami mendukung dan berterima kasih kepada desakan Presiden untuk tidak menggunakan kekerasan/anarki dalam menyelesaikan perbedaan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan hukum negara," tuturnya dalam sebuah keterangan pers, 21 Agustus 2005.

"Paksaan dari satu pihak kepada pihak lain karena perbedaan, dalam bentuk anarkisme apa pun, tidak diterima oleh agama apa pun, melanggar Hak Asasi Manusia, dan akan merusak persatuan bangsa. Oleh karena itu, kami menghimbau kepada pers dan semua pihak untuk tidak mengambil informasi yang tidak lengkap karena akan menimbulkan kerusakan," imbuhnya.***

Editor: Eria Winda Wahdania

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler