Mengenal Profil 3 Jenderal TNI Bintang 5 di Indonesia, Siapa Saja?

- 5 Oktober 2022, 17:30 WIB
Potret Jenderal Soeharto Saat Masih G30S PKI
Potret Jenderal Soeharto Saat Masih G30S PKI /Instagram @cendana.archives/

MEDIA JABODETABEK - Bagi kamu yang sedang mencari informasi seputar, siapa saja kah 3 jenderal yang ada di Indonesia? Simak berikut ulasan dan profilnya.

Di Indonesia terdapat 3 orang dengan pangkat militer bintang 5, tidak banyak petinggi militer di dunia yang bisa menyandang bintang 5.

Jenderal besar atau jenderal bintang lima merupakan pangkat yang paling tertinggi dalam kemiliteran. Pangkat ini diberikan kepada sosok yang dinilai berjasa yang sangat besar bagi negaranya.

Termasuk di Indonesia pangkat jendela besar, laksamana besar dan marsekal besar bukanlah pangkat yang bisa diperoleh sembarang oleh perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Siapa sajakah tokoh jenderal besar bintang lima yang ada di Indonesia, simak profil ke tiga jenderal besar tersebut.

Baca Juga: Para Polisi yang Diduga Memberi Ucapan Ulang Tahun Agak Menyindir KE TNI Dihukum Atasannya

1. Soedirman

Jenderal Soedirman, yang bernama lengkap Raden Soedirman yang lahir pada 24 Januari 1916. Adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia.

Sebagai panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia adalah sosok yang dihormati di Indonesia, terlahir dari rakyat biasa di Purbalingga, Hindia Belanda, Soedirman diadopsi oleh pamannya yang dimana seorang priyayi.

Setelah keluarganya pindah menuju Cilacap pada tahun 1916, Soedirman tumbuh menjadi seorang siswa yang rajin. Ia sangat aktif dalam kegiatan sekolah termasuk mengikuti program kepanduan yang dijadikan oleh organisasi Muhammadiyah.

Pada saat di sekolah menengah, Soedirman mulai menunjukan dalam kemampuannya kepemimpinan berorganisasi. Sosok Soedirman sangat dihormati oleh masyarakat karena ketaatannya dalam islam.

Sejak kecil Soedirman dididik untuk menjadi anak yang disiplin serta memiliki sopan santun Jawa yang tradisional. Perseteruannya dengan dunia militer dimulai saat mengikuti latihan Pembela Tanah Air (PETA) angkatan udara Bogor.

Baca Juga: Berapa Harga Oppo A17? Sebelum Membeli Berikut Ulasannya Lengkap dengan Spesifikasi Oppo A17

Setelah itu, ia diangkat menjadi Daidanco (Komandan Batalyon) berkedudukan di Kroya, Banyumas. Sebagai komandan, Soedirman rupanya sangat dicintai oleh anak buahnya karena sangat memperhatikan kesejahteraan prajurit.

Ia tidak segan-segan untuk bersiteguh dengan opsir-opsir Jepang. Namun, karena itu justru dicurigai jepang berniat “Menjebak” Soedirman dengan membawa dan beberapa orang perwira PETA lainnya menuju Bogor.

Dengan dalih akan mendapatkan lanjutan pada Juli 1945. Sebetulnya pada saat itu Jepang berniat untuk membuat Soedirman. Niat itu tidak terlaksana karena Jepang menyerah kepada sekutu pada 14 Agustus 1945, Soedirman pun kembali menuju Banyumas.

Setelah Indonesia merdeka, Soedirman terpilih menjadi ketua Badan Keamanan Rakyat (BKR) Karesidenan Banyumas.

Tidak lama kemudian Soedirman diangkat menjadi Komandan Divisi V Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Setelah BKR meleburkan diri ke TKR. Pada 12 November 1945, Soedirman pun dipilih sebagai pimpinan tertinggi TKR karena pemegang jabatan itu, Soeprijadi tidak pernah muncul.

Bersamaan dengan itu, Soedirman menghadapi ancaman pihak sekutu di Magelang dan Ambarawa. TKR memukul mundur melalui pertempuran di Ambarawa.

Baca Juga: Pamali Akan Hadir di Bioskop Bioskop Ini Pada 6 Oktober 2022: Cek Jadwal dan Harga Tiket

Soedirman kerap kali berbeda pendapat dengan menghadapi agresi militer Belanda. Sebagai militer, ia ingin pertentangan diselesaikan melalui cara-cara militer. Sedangkan pemerintah ingin menempuh jalan diplomasi.

Pada akhirnya Soedirman rela berperang dengan Belanda melalui gerilya meski saat itu ia menderita TBC, Paru-parunya hanya berfungsi 50 persen. Pada Desember 1948 Soekarno, sempat menasehati Soedirman agar kembali ke rumahnya karena kondisinya yang sedang sakit.

Namun, nasihat tersebut ditolak dan ia menegaskan akan terus bergerilya bersama para prajurit. Selama bergerilya Sudirman harus ditandu dengan berpindah-pindah tempat dan keluar masuk hutan.

Ia tidak bisa memimpin secara langsung pasukan saat bertempur, tetapi ia memimpin lewat pemikiran dan motivasi anak buahnya. Selama 7 bulan Soedirman bergerilya lamanya dengan menyusun strategi untuk menghadapi pasukan Belanda.

Seiring waktu berjalan, penyakit TBC yang diderita Soedirman semakin parah dan membuatnya harus dirawat di rumah sakit. Pada 29 Januari 1950, ia meninggal di Magelang pada usianya yang 34 Tahun lalu.

Kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Soedirman ditetapkan sebagai pahlawan nasional 1964. Ia juga dianugerahi pangkat kehormatan Jenderal Besar TNI pada 30 September 1997.

Baca Juga: Viral! Oknum Polisi Hina HUT TNI, Hukuman Pun Diberikan Kepada Mereka

2. Abdul Haris Nasution

Abdul Haris Nasution lahir di Huta Pungkut Tapanuli Selatan pada 3 Desember 1918. Pada masa mudanya Abdul Haris Nasution mengenyam pendidikan di Hollandsch Inlandsche Kweekschool (HIK), Sekolah guru menengah Bandung.

Kemudian bekerja sebagai guru di Bengkulu dan Palembang. Namun, ia merasa tidak cocok dengan pekerjaannya itu dan mulai tertarik pada bidang militer dengan mengikuti pelatihan Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Bandung [ada tahun 1940-1942.

Setelah menduduki beberapa jabatan, Abdul Haris Nasution diangkat sebagai kepala staf angkatan darat (KSAD) pada 10 Desember 1949.

Abdul Haris Nasution sempat dinonaktifkan dari jabatan, karena imbas nya konflik antara Angkatan Darat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Karena DPR dianggap terlalu mencampuri urusan masalah internal Angkatan Darat.

Baca Juga: Berita Viral: Oknum Anggota Polisi Diduga Melecehkan TNI dengan Ucapan Ulang Tahun yang Menyindir

Selain itu, Abdul Haris Nasution merupakan Kepala staf Angkatan Bersenjata pada 1965 merupakan salah satu perwira pada TNI yang menjadi target penculikan dalam peristiwa Gerakan 30 September (G30S).

Abdul Haris Nasution kemudian memang berhasil menyelamatkan diri dengan memanjat tembok belakang. Namun, anak bungsunya Ade Irma Suryani, terkena peluru yang ditembakan oleh pasukan Cakrabirawa hingga meninggal dunia.

Ajudan Abdul Haris Nasution, Pierre Tendean juga menjadi korban peristiwa G30S karena ia mengaku sebagai Abdul Haris Nasution kepada pasukan Cakrabirawa. Sehingga Pierre Tendean dibawa ke lubang buaya.

Pada peringatan HUT ABRI 1997, Abdul Haris Nasution diberi pangkat kehormatan jenderal besar, seperti Soeharto dan Sudirman.

Abdul Haris Nasution wafat pada 6 September 2000, setelah menderita stroke dan koma. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

Baca Juga: Daftar Jadwal Tayang Film Pamali di Bioskop Indonesia 6 Oktober 2022, Cek Ada di Kota Mana Saja

3.Soeharto

Soeharto lahir di Dusun Kemusuk, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada 8 Juni 1921. Ia putera Tirtosudiro, seorang petani sekaligus asisten lurah dalam pengairan sawah desa. Ibunya bernama Sukirah.

Saat beranjak dewasa Soeharto sempat terpilih sebagai prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah. Pada tahun 1941. Ia resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945.

Pada peristiwa Gerakan 30 September membuat nama Soeharto melambung, oa langsung mengamankan situasi di Jakarta akibat para jenderal Angkatan Darat gugur dalam peristiwa tersebut.

Pada maret 1966, ia pun menerima surat perintah 11 Maret dari presiden Soekarno melalui tiga jenderal yaitu Basuki Racmat, Amir Machmud dan Jusuf.

Baca Juga: Sedang Viral! Wahana Rumah Hantu Drive Thru Terbesar di Indonesia, yang Ada di Jakarta Utara

Dalam surat tersebut, Soeharto mendapat mandat untuk mengembalikan keamanan dari ketertiban di dalam negeri setelah peristiwa G30S pada tanggal 1 Oktober 1965.

Pada tanggal 7 Maret 1967, Soekarno melepas jabatannya. Kemudian Soeharto ditunjuk untuk menjabat sebagai Presiden lewat sidang MPRS. Soeharto resmi menjabat dan dilantik sebagai Presiden RI pada 27 Maret 1968.

Soeharto menjabat selama presiden selama 32 tahun sebelum mundur pada 21 Mei 1998 menyusul masifnya gelombang, demonstrasi yang diwarnai kerusuhan di sejumlah daerah.

Setelah lengser dari kursi Presiden, Soeharto tercatat pernah berapa kali bolak-balik masuk rumah sakit. Ia menghembuskan nafas terakhir pada 27 Januari 2008 di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta.

Soeharto dimakamkan di Astana Giri Bangun, Solo, satu komplek pemakaman dengan sang istri.****

 

Editor: Eria Winda Wahdania


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini