Kumpulan Puisi untuk Ayah Bikin Haru di Peringatan Hari Ayah Nasional, Contohnya 'Sajak Merindu Asu'

- 12 November 2021, 07:00 WIB
Ilustrasi puisi untuk ayah.
Ilustrasi puisi untuk ayah. /Unsplash/Vaibhav Raina

MEDIA JABODETABEK - Selamat Hari Ayah Nasional 2021! Mari beri persembahan spesial untuk ayahmu hari ini.

Peringatan Hari Ayah Nasional jatuh tepat pada Jumat, 12 November hari ini.

Untuk merayakannya, kamu bisa memberikan kado istimewa tanpa biaya untuk ayah yakni membuat sebuah puisi.

Puisi untuk ayah dapat kamu tulis sendiri atau mengambil referensi karya orang lain. Setelah itu bacakan di hadapan ayahmu.

Baca Juga: Bikin Heboh, Video Lama Gisel di Atas Kasur Berdurasi 7 Detik Muncul Lagi di Tiktok, Banyak yang Cari Linknya

Berikut kumpulan puisi untuk ayah yang bikin haru di momen peringatan Hari Ayah Nasional 2021.

Titip Rindu untuk Ayah
Karya: Riska Cania Dewi

Hening malam
Serpihan – serpihan harapan datang
Merindu kau kembali bersama
Setitik harapan ingin kau kembali datang
Berkumpul bersama kami semua

Air mata menyesakkan dada
Harapan tersapu badai kekecewaan
Apa daya mengharapkan mu datang
Kau tak akan kembali sebab kau telah bersama Tuhan

Ku panggil merpati menyampaikan salam rindu dari anakmu untuk ayah tercinta

Baca Juga: Lirik dan Terjemahan Lagu Daddy dari Coldplay, Cocok Kamu Dengarkan Ketika Rindu Ayah

Tentang Ayah
Karya: Norman Adi Satria

Ketika saya SD
Ayah selalu mengantar jemput saya ke sekolah.
Ayah adalah satu-satunya bapak yang naik sepeda,
dan saya satu-satunya siswa
yang pulang membonceng sepeda bapaknya.

Teman-teman saya
sebagian naik mobil
dijemput supirnya;
sebagian naik motor
dijemput ojeknya;
sebagian lagi naik becak
dijemput tukang becaknya;
ada pula yang digendong
digendong pembantunya.

Ayah ibu mereka sibuk kerja,
sedangkan ayah saya sibuk mengurus saya.
Saya tidak tega bilang dia pengangguran,
walau kenyataannya memang dia menganggur.

Di depan gerbang
Ayah biasa menunggu,
tiada yang mengajaknya bicara.
Sekalinya ada hanya bertanya:
hari gini masih ada ojek sepeda?
Dan Ayah tersenyum menjawab:
saya menjemput anak saya,
itu dia yang rambutnya terbelah dua.

Saya tak pernah malu menjadi anak Ayah
yang miskin
yang naik sepeda.
Tapi saya tahu
Ayah malu menjadi bapak saya
karena miskin
karena naik sepeda.
Saya tahu itu.

Suatu kali ada tetes air
tanpa hujan
jatuh di muka saya.
Saya tahu itu
airmatanya.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Jakarta Jumat, 12 November 2021: Hujan Deras Disertai Petir Wilayah Jakarta Timur dan Selatan

Pesan dari Ayah
Karya: Joko Pinurbo

Datang menjelang petang, aku tercengang melihat
Ayah sedang berduaan dengan telepon genggam
di bawah pohon sawo di belakang rumah.
Ibu yang membelikan Ayah telepon genggam
sebab Ibu tak tahan melihat kekasihnya kesepian.

“Jangan ganggu suamiku,” Ibu cepat-cepat
meraih tanganku. “Sudah dua hari ayahmu belajar
menulis dan mengirim pesan untuk Ibu.
Kasihan dia, sepanjang hidup berjuang melulu.”

Ketika pamit hendak kembali ke Jakarta,
aku sempat mohon kepada Ayah dan Bunda
agar sering-sering telepon atau kirim pesan, sekadar
mengabarkan keadaan, supaya pikiranku tenang.

Ayah memenuhi janjinya. Pada suatu tengah-malam
telepon genggamku terkejut mendapat kiriman
pesan dari Ayah, bunyinya: “Sepi makin modern.”

Langsung kubalas: “Lagi ngapain?” Disambung:
“Lagi berduaan dengan ibumu di bawah pohon sawo
di belakang rumah. Bertiga dengan bulan.
Berempat dengan telepon genggam. Balas!”

Kubalas dengan ingatan: di bawah pohon sawo itu
puisi pertamaku lahir. Di sana aku belajar menulis
hingga jauh malam sampai tertidur kedinginan,
lalu Ayah membopong tubuhku yang masih lugu
dan membaringkannya di ranjang Ibu.

Baca Juga: 5 Inspirasi Kado Buat Hari Ayah, Tak Perlu Rogoh Kocek Sama Sekali!

Sajak Merindu Asu
Karya: Norman Adi Satria

Seorang guru
mendongengkan sebuah kisah
tentang Serigala Merindu
di depan anak-anak kelas satu:
“Anak-anak,
serigala sebenarnya sangat rindu
kepada anjing.
Mereka dahulu adalah saudara.
Dan dengarlah suara serigala
ketika bulan purnama tiba.
Dia berteriak:
“Asuuuu… Asuuuuuu…!!!!”

Anak-anak begitu terpukau dengan dongeng itu
yang mengisahkan kerinduan
dan betapa berharganya sebuah persaudaraan.
Kecuali Udin,
dia berpikir begitu keras.
Dia mengingat Ayahnya
yang setiap kali kalah taruhan bola selalu berteriak:
“Asuuu… Asu banget!”
Dia mulai curiga, Ayahnya juga masih saudara
dengan serigala.

Baca Juga: Kumpulan Link Twibbon Hari Ayah Nasional 12 November 2021, Pakai Bingkai Foto Keren Wujud Cinta Sama Ayah

Pertemuan
Karya: Joko Pinurbo

Ketika pulang, yang kutemu di dalam rumah
hanya ranjang bobrok, onggokan popok,
bau ompol, jerit tangis berkepanjangan,
dan tumpukan mainan yang tinggal rongsokan.
Di sudut kamar kulihat ibu masih suntuk berjaga,
menjahit sarung dan celana yang makin meruyak
koyaknya oleh gesekan-gesekan cinta dan usia.

“Di mana Ayah?” aku menyapa dalam hening suara.
“Biasanya Ayah khusyuk membaca di depan jendela.”
“Ayah pergi mencari kamu,” sahutnya.
“Sudah tiga puluh tahun ia meninggalkan Ibu.”
“Baiklah, akan saya cari Ayah sampai ketemu.
Selamat menjahit ya, Bu.”

Di depan pintu aku berjumpa lelaki tua
dengan baju usang, celana congklang.
“Kok tergesa,” ia menyapa.
“Kita mabuk-mabuk dululah.”
“Kok baru pulang,” aku berkata.
“Dari mana saja? Main judi ya?”
“Saya habis berjuang mencari anak saya, 30 tahun
lamanya. Sampeyan hendak ngeluyur ke mana?”
“Saya hendak berjuang mencari ayah saya.
Sudah 30 tahun saya tak mendengar dengkurnya.”
Ia menatapku, aku menatapnya.
“Selamat minggat,” ujarnya sambil mencubit pipiku.
“Selamat ngorok,” ucapku sambil kucubit janggutnya.

Ia siap melangkah ke dalam rumah,
aku siap berangkat meninggalkan rumah.
Dan dari dalam rumah Ibu berseru, “Duel sajalah!”***

Editor: Nurul Fitriana


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini