MEDIA JABODETABEK - 30 September 1965, Indonesia memperingatinya sebagai hari di mana dominasi Partai Komunis Indonesia (PKI) dihancurkan oleh Angkatan Darat (TNI-AD).
Momentum tersebut menjadi peluang besar bagi rezim otoriter Orde Baru (Orba) untuk berkuasa dengan dipimpin Jenderal Soeharto, khususnya setelah menjalankan kudeta merangkak atas kepemimpinan Presiden Soekarno.
Sadar atau tidak, di balik kemenangan rezim militer Orba, terdapat tragedi kemanusiaan yang justru melibatkan jutaan nyawa. Hal ini tercatat sebagai sejarah bangsa yang disebut Gerakan 30 September (G30S).
Robert Cribb dalam The Indonesian Killings 1965-1966 (1990) mencatat, terdapat 500.000 hingga 1.000.000 jiwa yang mati selama pembantaian komunis sejagat dilangsungkan di wilayah Jawa dan Bali.
Banyak dari korban merupakan anggota PKI, simpatisan Presiden Soekarno, ataupun mereka yang dianggap subversif atau terlibat dengan partai.
Melansir dari hasil riset Yale University Genocide Study Program bertajuk Indonesia Documenting Violence in Indonesia menjelaskan, selama kudeta militer berlangsung, Soeharto menggambarkan penghancurannya sebagai "perjuangan melawan kontaminasi politik."
Pada akhir Oktober 1965, Kedutaan Besar (Kedubes) Australia di Jakarta melaporkan bahwa rezim Orba kala itu tengah melakukan pemberantasan komunis secara ofensif.
"Di semua sisi dan di semua area, 'pembersihan', 'pembersihan' … berlangsung dengan cepat,” kata Jenderal Soeharto sebagaimana yang dicatat oleh Kedubes Australia dikutip Mediajabodetabek.com pada Kamis, 30 September 2021.
Artikel Rekomendasi