Palestina, Menjadi Salah Satu Negara Arab Pertama yang Akui Kemerdekaan Indonesia

- 17 Agustus 2021, 16:17 WIB
Foto Suasana Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan oleh Bung Karno. Ternyata mesin tik yang dipakai untuk mengetik naskah proklamasi adalah peninggalan Nazi.
Foto Suasana Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan oleh Bung Karno. Ternyata mesin tik yang dipakai untuk mengetik naskah proklamasi adalah peninggalan Nazi. /IG: Sejarahbangsa/

Observe Rid menuliskan, pada tanggal 18 November 1946, al-Husaini menghubungi Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia Muhamad Rasjid dengan menegaskan bahwa negara-negara Arab mendukung penuh kemerdekaan Indonesia.

Al-Husaini kemudian mengajak Konsul Jenderal Mesir, Muhammad Abdulmunim Mustapha yang saat itu berada di Bombay untuk terbang dengan jet pribadi untuk bertemu Soekarno pada tanggal 15 Maret 1947.

Baca Juga: Film Komedi Korea Sinkhole Pecah Rekor Box Office Tembus 1 Juta Pejualan Tiket

Di balik pertemuan itu, sepucuk surat cinta yang berisikan dukungan penuh Liga Arab terhadap kedaulatan Indonesia diberikan kepada Soekarno.

Setelah teks proklamasi dibacakan, secara de facto sudah mendapatkan pengakuan internasional, namun secara de jure belum. Pada April 1947, Menteri Luar Negeri Indonesia Haji Agus Salim yang juga pemimpin Serikat Islam dikirim dalam misi baik diplomatik ke Jazirah Arab untuk melakukan lobi.

Dua bulan kemudian, tepat pada tanggal 10 Juni 1947, Mesir dan Indonesia menandatangani Perjanjian Persahabatan oleh Perdana Menteri Naqrashi Pasha dan Haji Agus Salim sambil didampingi Rasjid serta Menteri Penerangan Abdurrahman Baswedan.

Baca Juga: Cara Menggunakan Fitur Blue Text yang Bisa Merubah Warna Tulisan WhatsApp

"Dia berjanji kepada Mesir bahwa mereka akan menerima dukungan penuh dari Belanda untuk Palestina di PBB jika saja Mesir mencabut pengakuannya atas kemerdekaan Indonesia," kata Ahmad Ginanjar Sya'ban, dosen Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama dikutip Mediajabodetabek.com dari Independent Observer pada Selasa, 17 Agustus 2021.

Wakil Kepala Misi Kedutaan Besar Palestina di Jakarta Taher Ibrahim Hamad menilai, perihal tersebut terbilang berbahaya. Pasalnya, penandatanganan perjanjian atau Traktat itu mengecewakan konsul Belanda di Kairo. Bahkan mereka juga meminta agar pertemuan dengan Perdana Menteri Mesir ditolak, terlebih harus ada kehadiran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

"Salah satu syarat hadir di PBB adalah suatu negara harus sudah mendapat pengakuan de jure oleh negara lain dalam bentuk perjanjian internasional yang ditandatangani dengan negara tersebut. Traktat tersebut tentu saja sangat mengecewakan pemerintah Belanda tetapi ketika Konsul Belanda di Kairo meminta pertemuan dengan Perdana Menteri Mesir ditolak," jelas Taher.

Halaman:

Editor: Ricky Setiawan


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x