Menurut Dhyta, pendidikan seks dan gender yang holistik dan sesuai fakta ini justru mengajarkan seseorang untuk mengetahui diri, seksualitas dan gendernya secara lebih dalam dan komperhensif. Lebih lanjut, ia menambahkan jika pendidikan ini nantinya akan mengajarkan terkait otoritas tubuh dan batasan-batasan terkait zona-zona personal orang lain yang tidak boleh dilanggar, serta pengetahuan ini harus diketahui sejak usia dini.
"Jadi, edukasi seks dan gender yang berbasiskan informasi dan fakta ilmiah bisa memberikan kemampuan pada anak-anak sejak dini, untuk mengenali dirinya dan tubuhnya dengan mengetahui semua konsekuensinya tentang baik dan buruknya terkait apa yang bisa dilakukan," jelasnya. "Kemudian batasan dan zona personalnya, maka ia juga belajar untuk tidak melanggar," tambahnya.
Baca Juga: 10 Kutipan dari Perempuan Hebat untuk Merayakan International Women’s Day
RUU-PKS yang 'harusnya' menjadi konsenterasi pemerintah terhadap kekerasan seksual berbasis gender, di tahun 2019 justru menjadi polemik terkait kabarnya yang tidak membuahi keputusan 'sah'. Namun, dalam Prolegnas tahun 2020 Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR-RI), RUU tersebut justru dicabut karena akan diganti dengan RUU Kesejahteraan Lanjut Usia.***
Artikel Rekomendasi