Protes di Kolombia Memasuki Minggu Ke 3, Opini Rakyat Terbelah

- 17 Mei 2021, 08:30 WIB
Warga Kolombia melakukan demo menentang Undang-Undang Reformasi Pajak
Warga Kolombia melakukan demo menentang Undang-Undang Reformasi Pajak /Radio Free Taiwan

MEDIA JABODETABEK - Protes yang terjadi di Kolombia hampir memasuki minggu ketiga sejak awal mulanya pada 28 April 2021.

Dikutip mediajabodetabek.pikiran-rakyat.com dari The Guardian pada 13 Mei 2021, setidaknya 47 orang telah meninggal saat protes ini.

Organisasi HAM internasional dan lokal menyalahkan polisi atas pembunuhan tersebut.

Baca Juga: 3 Tempat Wisata di Pantai Pangandaran yang Keren, Kamu Wajib Main ke Sini

Protes ini terjadi karena rakyat Kolombia mengkritik kebijakan pajak serta kesehatan pemerintah.

Tetapi, protes ini menjadi lebih besar dan para pemrotes mulai meminta berbagai hal pendapatan dasar universal dan dana bantuan untuk bisnis kecil.

Ini disebabkan karena warga Kolombia juga merasa kecewa akan situasi ekonomi negara mereka.

Baca Juga: Lawan Perdagangan Hewan Ilegal , Warga Hong Kong Membuat Mural Interaktif

Dikutip mediajabodetabek.pikiran-rakyat.com dari NPR pada 30 April 2021, Tingkat GDP mereka menurun sebanyak 6.8 persen pada 2020, dan tingkat pengangguran mereka mencapai empat belas persen.

Tidak hanya itu, hanya sekitar tiga persen warga mereka yang telah divaksin secara menyeluruh.

The Guardian meminta pembaca untuk memberikan opini mereka mengenai protes yang saat ini terjadi di Kolombia.

Baca Juga: Ketegangan Palestina dan Israel Meningkat, Protes Solidaritas Palestina Terjadi di Kota-kota Besar di Dunia

Dari respon yang mereka dapat, reaksi rakyat Kolombia terhadap protes ini terbelah.

Beberapa orang mendukung protes tersebut, tetapi beberapa juga mengkritik.

Salah satu orang yang mendukung protes adalah Carolina, seorang dokter anak di Bogota.

Sebagai pemberi nafkah di keluarganya, diat terlalu takut untuk berpatisipasi ke dalam protes.

Baca Juga: Israel Semakin Brtutal, Kantor Berita Al Jazeera dan AP Hancur Dibombardir

Tetapi, dia frustasi melihat warga yang berhadapan dengan polisi dan akhirnya terluka.

Akhirnya, dia berusaha melakukan perannya dengan membagikan info di media sosial.

"Presiden kami mengabaikan keluhan orang-orang dan mengirim militer serta polisi untuk membunuh kami," kata Carolina seperti dikutip Media Jabodetabek dari The Guardian.

Baca Juga: Cina Bangun Replika Kapal Titanic Direncanakan Selesai Akhir 2021

Dia juga merasa ditingalkan oleh rakyat golongan atas yang menentang protes dan para politisi.

Carolina mengakui bahwa memang beberapa pemrotes merusak properti dan membangun blokade.

Tetapi menurutnya itu hanya golongan minoritas. Meskipun infeksi COVID di Bogota telah meningkat sejak protes dimulai, Carolina tetap berkata bahwa protes ini penting.

Baca Juga: Mencekam, Terjadi Kekerasan di Salah Satu Kota Israel, seperti Perang Saudara

"Percayalah ucapan saya bahwa orang-orang berpikir pemerintah itu lebih berbahaya dibandingkan COVID," kata Carolina.

"Sebagai dokter anak, saya lelah melihat anak-anak sakit karena kelaparan," sambungnya.

Maria, seorang pengacara dari Bogota, adalah salah satu yang tidak mendukung protes.

Dia sangat tidak menyetujui kekacauan yang sekarang menguasai kota.Demokrasi Kolombia sekarang diserang," kata Maria.

"Yang tadinya merupakan protes damai dari serikat buruh dan rakyat lain telah menjadi kekacuan berdarah," sambungnya.***

Editor: Ricky Setiawan

Sumber: The Guardian


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x